Rabu, 03 Desember 2008

Refleksi Siroh - Ikhlas : Nilai Inti Perjuangan

"Dakwah ini akan berjalan terus,
sebagai mana titipan mengagungkan Allah akan tetap Allah pilihkan orang. Tugas-tugas dakwah ini mendidik kita dalam waktu yang panjang, untuk tidak mengukur diri kita pada gelar-gelar yang dberikan, tapi pada seberapa besar kita mengambil peran-peran dakwah ini, dimanapun kita berada, dan keikhlasan ini akan teruji dengan pengambilan tugas-tugas dakwah yang berkelanjutan"
(Mujetaba Mustafa)

Pada masa sepuluh tahun kenabian, Rasulullah SAW di tinggal oleh dua pendukung dakwahnya yaitu wafatnya Khadijah r.a dan Abu Thalib, paman Rasulullah. Dalam kondisi ini tekanan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy semakin berat dirasakan oleh Rasulullah. Sehingga hirjah pun terpaksa dilakukan oleh Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya.

Hijrah itu pun terjadi. Rasulullah melakukan hijrah pertamanya ke Thaif. Dalam hijrahnya tersebut Rasulullah membawa serta Zaid bin Haritsah. Dalam riwayat disebutkan bahwa upaya tersebut dilakukan juga dalam rangka ekspansi dakwah. Rasulullah senantiasa menyeru kepada setiap kabilah yang ditemuinya di jalan. Namun tidak satupun yang tertarik. Meskipun dengan seluruh kelembutan, seluruh sikap baik yang ditunjukan untuk diseru kepada Islam. Bahkan disebutkan tidak satupun lagi orang atau tokoh di Thaif yang tidak didatangi oleh Rasulullah, namun tidak satupun dari mereka yang mendapat hidayah itu. Bahkan Rasulullah dilempari dengan batu sampai bersimbah darah.

Zaid bin Haritsa senantiasa melindungi Rasulullah dari lemparan batu orang-orang Thaif. Sampai mereka keluar dari kota dan bersembunyi di Kebun Kurma. Disitu ada binaan, ada Murobbi, ada tugas dakwah. dan pemahaman qiayadah wal jundiyah. Yang semua tercatat sebagai sejarah Rasulullah menyebarkan dakwah di luar kota Mekkah

Kalau kita berbicara tentang keikhlasan, maka kita akan bertanya: Zaid akan mendapatkan apa dan Apakah ketika ia memberikan perlindungan kepada Rasulullah akan ada jaminan bahwa tidak ada yang bisa yang menjamin bahwa batu yang datang itu batu-batu kecil semuanya, Zaid tahu bahwa mungkin akan ada batu besar tapi ia berhenti memberikan perlindungan kepada Rasulullah.

Baik Murobbi maupun Mutarabbi, menghadapi beban dakwah yang begitu berat, mereka tidak mempermasalahkan beratnya, tidak mempersoalkan kesulitan yang dihadapi, tidak mempersoalkan luka yang mereka derita. Tapi, yang Rasulullah dan Zaid bin Haritsah khawatirkan adalah jangan-jangan usaha yang mereka lakukan itu, pilihan mereka lari dari lemparan itu salah. Jangan-jangan perlindungan yang dilakukan oleh Zaid itu tidak cukup memenuhi tugasnya sebagai jundiyah dan tidak cukup untuk menunjukan ketaatan terhadap tanggung jawab yang dipikulnya. Sehingga tidak mendatangkan ridho Allah tapi sebaliknya mendatangkan murka-Nya

Sehingga ketika Rasulullah tiba di kebun kurma, beliau menengadahkan tangannya dan berdoa:

"Ya Allah kepada-Mu saya keluhkan lemahnya kekuatanku, lemahnya strategi yang saya buat, Ketidakberdayaanku menujukan Izzah dihadapan manusia, Ya Arhamarrahimin, Engkau adalah Tuhan orang-orang lemah, dan Engkau adalah Tuhanku, Kepada siapapun Engkau akan perhadapkan saya, Kepada pihak yang akan menghinakan saya, atau kepada musuh yang akan Engkau serahkan urusan saya kepadanya, saya tidak peduli, asalkan Engkau tidak murka kepadaku ya Allah"

Jadi yang dikhawatirkan Rasulullah dalam menghadapi beban dakwah yang begitu berat, bukan beranya beban itu, bukan luka yang dialaminya, tapi jangan sampai pilihannya itu salah, strategi yang dibuat lah yang salah.Semua kalimat ini tidak mungkin keluar dari lisan yang memahami teori keikhlasan, kecuali terjelma dari implementasi keihklasan yang sudah keluar dari defenisi-defenisi kebahasaan.
readmore »»วดวด