Sabtu, 17 Mei 2014

Bermuamalah dengan Harta

Kalau kita merefleksi perjalanan kita sebagai organisasi, dan saya kira begitu juga yang terjadi pada organisasi secara umum, maka kira-kira perjalanan kita ini telah berjalan pada beberapa tahapannya
a. Tahapan tandzimi, fase ideologisasi
b. Tahapan sya`biah, fase pembangunan basis social
c. Tahapan syiasah, fase institusional
d. Tahapan negara

Yang paling dominan pada fase ideologisasi itu adalah idealisme, sedangkan perhatian pada aspek sumber daya (terutama yang terkait dengan harta masih sangat sedikit, jika tidak bisa dikatakan hampir tidak ada perhatian tentangnya)
- Orientasi jelas, kita bisa bekerja bahkan tanpa dana
- Orang-orang bisa berkorban, karena yang harus dikorbankan juga jumlahnya “tidak banyak” terutama karena “skala kerja” kita tidak begitu besar

Pada fase sya`biah, idealisme masih dominan, tapi perhatian pada sumber daya ini mulai diberikan porsi yang cukup. Karena skala kerja kita menjadi lebih luas dibandingkan dengan fase tandzimi
- Kerja-kerja pelayanan sosial mulai membutuhkan dana yang cukup besar
- Kita mulai berinteraksi dengan masyarakat dalam skala yang lebih luas, kerja-kerja kita mulai butuh “polesan” agar ia menjadi menarik, maka kita butuh dana

Pada fase institusional. Kebutuhan kita terhadap sumber daya menjadi jauh lebih besar. Dan pada fase inilah mungkin kita mulai mendengar istilah: “pragmatisme”, para kader ada yang mulai bermobil bagus, berdasi dan berjas
- Masalah kita akan mulai muncul disini, ketika mindset kita tentang harta tidak benar
- Kita sudah lama ditarbiyah, tapi nampaknya pembahasan kita terkait tema harta ini masih sangat minim
''Sesungguhnya hartamu dan anak−anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allahlah
pahala yang besar.''(At−Taghabun: 15).


- Materi adalah benda netral, tapi di tahapan ini kita membutuhkannya dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan dua tahapan sebelumnya.
- Nanti kalau anda buka siroh nabi, maka perang itu dimulai pada era madinah, era ketika islam telah berubah menjadi institusi, meskipun harta ini juga sebenarnya sudah terjadi pada peride awal dakwah Rasulullah di makkah
- Coba nanti anda buka, ayat-ayat perang dalam al Quran, yang seluruhnya adalah ayat-ayat madaniah:

“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin
kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka.
Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertaqwa.”(Qs. At-Taubah: 44)


- Anjuran untuk berperang itu selalu dimulai dengan perintah berkorban dengan harta (kecuali dalam satu ayat saja), baru berkorban dengan harta

- Dr. Said Hawwa dalam bukunya Jundullah menulis tentang jihad harta ini, “Sebenarnya jihad dengan harta (jihad bil-mal) ini merupakan bagian vital dari jihad- jihad yang lain. Risalah dakwah tidak akan berjalan dengan sempurna tanpa adanya bantuan logistik dan dana yang kuat, lebih-lebih ketika sedang mempersiapkan kekuatan dalam rangka menghadang kekuatan musuh. Setiap gerak dakwah tidak bisa terlepas dari masalah dana, sebab dalam pelaksanaannya, dakwah memerlukan sarana dan prasarana, apalagi untuk berdakwah di zaman sekarang ini.

- Apalagi di era institusi seperti sekarang, kebutuhan kita akan harta menjadi lebih besar, kita mau bikin apa saja pasti butuh dana

- Tarik-tarikan keduanya akan makin terasa, sebagian dari kita mungkin akan mulai gelisah melihat beberapa teman-teman yang sudah bermobil dan berdasi

- Kita selalu mengulang hadist-hadist tentang riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah pernah mengikat perutnya dengan batu untuk menahan lapar, atau riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah tidur diatas pelepah kurma, untuk membenarkan kemiskinan yang kita alami

- Padahal kita membaca semua cerita itu tidak dalam kerangka yang utuh, bahwa itu adalah pilihan hidup beliau SAW, dan beliau punya harta dan memiliki kendaraan unta terbaik di masanya, dan riwayat-riwayat lainnya.

Pada fase Negara, jika kita tidak memiliki landasan pemahaman yang kuat, mungkin kita akan mulai kehilangan orientasi (idealisme)
- Saya kira inilah salah satu hal yang diisyaratkan oleh Q.S. Al Mutaffifin

- Bahwa harta itu adalah “efek” yang pasti muncul dari terus naiknnya tahapan perjalan dari sebuah organisasi, mulai dari ketika ia lahir sampai ia mencapai puncak kejayaannya.

- Al Mutaffifin adalah surah terakhir yang diturunkan pada periode makkiyah, artinya surah terakhir yang diturunkan sebelum terjadinya hijrah, sebelum terjadinya perubahan islam dari hanya sebuah gerakan di makkah menjadi institusi Negara di madinah.

- Dan pada era negara inilah (madinah) perang-perang terjadi dan ternyata pada perang badar, ada sekian banyak sahabat yang terpaksa tidak ikut serta dalam perang, yang salah satu sebab utamanya adalah karena mereka tidak punya cukup materi untuk biaya perang yang akan mereka ikuti.

- Hampir semua sahabat tidak membawa harta mereka ketika hijrah, tapi sebagian dari mereka bisa “recovery” kekayaan mereka, makanya mereka bisa ikut perang dan bahkan beberapa sahabat, seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab justru menjadi donatur terpenting dalam membiayai perang badar. Tetapi sebagian lain tidak bisa.

- Materi adalah efek dari terus berjalanannya organisasi, tapi pada saat yang sama materi kita butuhkan untuk pembiayaan aktivitas-aktivitas besar yang kita akan lakukan. Kita harus kaya.

- Tetapi karena harta itu benda netral, maka ia juga berpotensi menjadi pemicu hilangnya orientasi sebuah organisasi.

- Mudah-mudahan dengan pengetahuan ini kita bisa lebih tepat “bermuamalah dengan harta”: Materi kita butuhkan dalam jumlah besar seiring dengan makin luasnya jangkauan kerja organisasi, tetapi ia juga adalah efek dari perjalanan organisasi.

readmore »»ǴǴ

Minggu, 11 Mei 2014

Menulis adalah Kerja Peradaban

Padahal diantara tools terpenting untuk membuat ilmu pengetahuan terus berjalan ke depan adalah "menulis"...

Karena "menulis" adalah cara mengabadikan gagasan, mengabadikan ilmu pengetahuan....

Dan menulis adalah cara menyambung gagasan tentang: dulu, kini dan yang akan datang...

Agar generasi yang datang sesudah kita, tidak lagi harus memulai langkah baru, apalagi mengulangi langkah (yang salah) yg prn dilalui org2 sebelum mrk

Atau harus belajar menemukan langkah yang sebenarnya sudah kita lalui

Menulis, adalah cara mengabadikan "jejak" dimana langkah kita terhenti, lalu generasi baru bisa belajar dan meneruskan langkah dari sana...

Maka begitulah cara Al Quran mengabadikan kisah-kisah umat terdahulu....

Agar kita tidak melakukan kesalahan yg sama dari jalan hidup generasi dulu...

Agar kebaikan dlm kisah2 umat terdahulu bisa diikuti, dan dilanjutkan...Agar kesalahan tak lagi terulangi oleh generasi sesudah mrk

Maka menulis bukanlah sekedar menuangkan gagasan...lebih dari sekedar itu

Menulis adalah kerja peradaban....

Seperti para ulama....

Menulis adalah sebentuk niat baik kita untuk generasi manusia....
readmore »»ǴǴ