Sabtu, 31 Desember 2011

Tangisku Di Penghujung 2011

Pukul: 22.23 WITA
Sabtu, 31 Desember 2011

#1 Mari.raba hati kita. sy selalu bilang, jika semua org di tim ini mengambil peran, itu sdh cukup. lalu? mari kita raba hati kita saudaraku.

#2 mari kita memohon ampun kpd Allah, jgn2 kita berkontribusi atas kemunduran itu dlm sikap yg mungkin kita anggap tak salah

#3. sikap saling menyalahkan, menurut sy, bukan sikap kader sejati...sy dan semua yg lain tak sedang membela diri. Tangisku di malam ini

#4. Tapi semoga suatu waktu kalian semua akan mengerti....tak ada keluh dlm dakwah ini..tak ada sikap saling menyalahkan org lain


#5 lalu merasa bahwa kita melepaskan tangan atas itu semua. lihatlah sikap umar bin khatab, Mengajari kita keagungan pribadinya

#6. Ia mulia, kita belajar: ketika turun ayat yg menegur Rasulullah atas sikap "membebaskan tawanan perang" yg semula tak disetujui umar

#7. Setelah ayat itu turun....ia tak mengatakan "apa sy bilang dari tadi,...lalu membanggakan kebenaran pendapatnya. Ia tertunduk. Lalu...

#8. Lalu, ditengah tangis dua sahabatnya yg mulia, umar, dialah yg menangis justru jauh lebih keras dari Rasulullah dan Abu Bakar

#9. Aku menasehati hati ku malam ini, semoga sampai pesan ini ke jiwamu. Kita telah berucap janji, kini ditengah berat jalan ini, kita di uji

#10. Kita di uji, tentang kesejatian karakter kita, untuk menakar seberapa kuat pijakan ikatannya menghujam di jiwa kita. Saudaraku

#11. Ingin ku tangisi malam, krn janji telah berucap, ia kini menuntut konsekuensinya. Uji ini akan terus berlangsung di sepanjang usia

#12. Uji ini takkan berhenti, di sepanjang usia, kecuali kita memilih mundur, tapi...alangkah khianatnya kita kepada Allah. Tuhan kita

#13. Kita berjanji, telah berjanji atas nama-Nya untuk memenuhi semua rukun-rukun janji itu. Ohhh Allah, aku tak sanggup jk tak yakin pd-Mu
readmore »»ǴǴ

Senin, 28 November 2011

Kontrol Gagasan

7 Juli 2010

Realitas dunia kampus tak ada bedanya dengan realitas kehidupan dalam skala nasional. Dakwah yang kita lakukan di kampus sesungguhnya sama persis dengan dakwah yang kita lakukan pada skala negara. Komponen objek dakwah yang harus kita urus juga sama. Di sana ada politik, di sana ada realitas sosial, dan di sana juga ada realitas ekonomi. Yang membedakan keduanya hanyalah pada besaran wilayah amal yang harus kita kelola dan kerjakan.

Jika kondisinya demikian, maka Interaksi kita sebagai dai dan organisasi yang membawa misi Islam dengan berbagai lembaga kemahasiswaan adalah satu realitas yang tak bisa dihindari. Termasuk interkasi dengan organ-organ kultur mahasiswa kampus. Organisasi kemahasiswaan dengan berbagai ragam basis ideology yang dimilikinya. Di sana ada Islam. di sana juga ada agama lainnya. Di sana juga ada kelompok nasionalis dan bahkan sekuler.


Nah, ketika kita ingin menguatkan pijakan kaki dakwah di tengah masyarakat kampus. Maka menjadi satu keniscayaan akan adanya interaksi antara harokah dan kadernya dengan beragam pemikiran dan basis ideologi tersebut. Dan keberadaan kita seharusnya dapatlah di terima oleh semua masyarakat kampus. Dan salah satu alasan penerimaan itu sesungguhnya adalah gagasan.

Gagasan yang ingin kita berikan sebagai sebentuk keinginan luhur kepada penataan masyarakat kampus. Tetapi di silah letak masalahnya. Kita dihadapkan pada pertanyaan ini: Bagaimana caranya agar gagasan yang kita berikan dapat diterima oleh banyak kelompok masyarakat kampus dengan ideology yang juga beragam tersebut, tanpa meninggalkan nilai-nilai yang menjadi dasar amal yang kita lakukan. Yaitu Islam.

Gagasan adalah mutiara. Mutiara yang menjadi nilai tawar yang sangat menentukan grade harokah di mata masyarakat kampus. Juga, gagasan dalam dakwah adalah faktor yang mampu mendinamisasi gerak harokah.

Akan tetapi, ketika dakwah memasuki era terbuka, dan terjadi interaksi dengan ragam pemikiran, maka gagasan yang lahir dari harokah dan kader harokah menjadi sangat mungkin telah mendapatkan pengaruh luar, akibat interaksi yang intens dengan realitas masyarakat kampus secara umum maupun melalui dialog antar gerakan, sehingga boleh jadi gagasan menjadi jauh terpinggirkan dari aspek-aspek orisinalitas Islam dan dakwah itu sendiri.

Ada hal yang utama untuk dilakukan di sini. Yaitu bagaimana menjaga orisinalitas gagasan yang kita release pada masyarakat kampus, agar tidak keluar dari bingai ideology yang kita pahami? Jawabannya adalah pemahaman yang mendalam terhadap aspek tsawabit dan mutaghayiirat dalam Islam. Tsawabit dalam agama. itulah yang kita sebut dengan aqidah, syariat, ibadah dan akhlak. Juga aspek tsawabit dalam fikroh. Tentang metode perjuangan dan cara pencapaian cita-cita dakwah. Dan hal lainnya, Yang semuanya tak boleh berubah.

Juga, pengetahuan yang mendalam tentang aspek Islam yang mana saja yang boleh disesuaikan dengan realitas zaman. Inilah yang kita sebut dengan aspek mutaghayiirat. Aspek mutaghayiirat memberikan ruang gerak yang luas bagi harokah untuk mencreate satu model perjuangan tetapi tetap dalam bingkai keislmanan. Jika mutaghayyirat member ruang gerak yang luas, maka tsawabitlah yang menjaga orisinalitas dakwah dan Islam.

Oleh sebab itulah kader harokah harus benar-benar memahami dua aspek ini. Dalam Islam dan juga dalam harokah. Agar dakwah bisa terus mengembangkan sayap selebar-lebarnya tetapi tetap dalam bingkai nilai-nilai Islam yang kita yakini.

Maka dasar pengetahuan yang kuat akan kedua aspek tersebut di atas menjadi sangat penting. Karena di tengah begitu banyaknya subhat kehidupan yang menari-nari di sekitar kita, kita memerlukan satu daya proteksi yang kuat, agar interaksi kita dengan subhat-subhat tersebut tidak mempegaruhi struktur bangunan kepribadian kita dan organisasi kita.

Dan hanyalah orang-orang yang memiliki ke dalam ilmulah yang dapat tetap bertahan dengan identitasnya di tengah subhat-subhat tersebut. “Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami."

readmore »»ǴǴ

Sabtu, 26 November 2011

Tradisi Ilmiah

Ahad, 11 Juli 2010

Dalam sebuah pertemuan para penanggung jawab dakwah. Muncul satu diskusi tentang dasar pertimbangan penentuan model pelaksanaan beberapa program dakwah yang akan dieksekusi di lapangan. Termasuk kebijakan-kebijakan lain secara umum dalam dakwah. Dalam diskusi, ditentukanlah dan ditetapkan satu model kegiatan yang begitu perfect. Dengan satu model pelaksanaan yang sangat ideal dan memang sangat menjanjikan. Bahwa hasil akan dicapai bisa maksimal bagi pemenuhan target-target dan tujuan pelaksanaannya.

Tapi ada yang missing dari kebijakan yang telah kita tetapkan. Pertanyaan ini yang belum bisa dijawab dengan baik: seberapa mampukah dan seberapa efektifkah strategi yang telah ditetapkan untuk melaksanakan konsep ideal yang ada?

Kebijakan-kebijkan yang kita tetapkan dalam dakwah haruslah dapat dijelaskan secara rasional. Kebijakan yang kita ambil untuk merespon realitas lapangan dakwah haruslah mampu menggabungkan dua nilai sekaligus. Nilai kebenaran dan nilai ketepatan. Kebenaran menjelaskan tetang kebijakan yang kita ambil benar secara manhaj dan ketepatan menjelaskan tentang kebijakan yang telah kita ambil bersesuaian dengan realitas internal dan realitas eksternal dakwah.

Kebenaran dan ketepatan dalam merespon realitas dakwah sangat ditentukan oleh satu kompetensi yang kita sebut dengan tradisi ilmiah. Inilah yang terkadang kita lupakan jika tidak bisa dikatakan terlalu sering kita abaikan.

Tradisi ilmiah sesungguhnya berasal dari kemampuan untuk menilai dan menganalisis realitas internal dan realitas eksternal. Realitas internal menjelaskan segala kekurangan dan kekuatan yang dimliki oleh harokah dan kader harokah. Sedangkan realitas eksternal menjelaskan tentang seberapa besar hambatan dan peluang-peluang yang ada di lapangan amal.

Karena tentu saja kita tidak ingin melakukan dan menetapkan satu kebijakan dakwah di tengah situasi yang begitu besar ruang ketidakpastiannya tanpa di bangun di atas dasar rasionalisasi yang kuat, yang mampu menjelaskan bahwa kebijakan yang kita ambil untuk dilaksanakan tidak hanya mengandung nilai kebenaran tetapi juga mengandung dengan nilai ketepatan (Waqi)

Rasulullah SAW mengatakan: “Allah SWT merahmati orang yang mengetahui kapasitas dirinya.” Pernyataan ini menjelaskan kepada kita tentang pentingnya memahami kapasitas diri. baik kapasitas internal harokah maupun kadernya secara keseluruhan. Pemahaman yang baik tentang diri ini, akan mampu menempatkan kader dan diri harokah pada sikap-sikap yang benar. Bahwa kebijakan yang telah diambi tidak lebih rendah dari kemampuannya. Juga, tidak melebihi kapasitas yang dimilikinya.

Tradisi ilmiah merupakan suatu kebijakan yang menjelaskan bahwa setiap sikap dan kebijkan yang kita tetapkan harus dibangun di atas basis data yang kuat. Data tentang realitas internal dan realitas eksternal.

Memang. Dalam kenyataannya tidaklah menjadi mustahil bahwa hal besar yang akan kita tetapkan dapat dengan mudah untuk kita capai. Tapi jika obsesi yang kita tetapkan itu terlalu tinggi sementara kapasitas internal yang kita memiliki tidak memenuhi syarat, maka secara matematis target tersebut sangat sulit tercapai. Karena adanya jurang pemisah di sini. Jurang pemisah yang membentang antara kapasitas internal dan realitas sosial yang kita inginkan.

Jurang pemisah inilah yang harus diatasi dan dicarikan solusi. Membuat jembatan penguhubung antara target realistis sesuai dengan kondisi internal dan internal kita. Maka yang perlu kita lakukan adalah menetapkan target sederhana dan realistis jika kita tidak bisa mengupgrade kapasitas dan menghilangkan hambatan internal dalam waktu singkat. Tapi mungkin sebagai pekerja proyek peradaban, sifat sepert ini kurang baik untuk dipertahankan karena mentarlitas seperti ini adalah mentalitas orang-orang yang kalah dan lemah.

Maka kita memang perlu membuat target itu sebesarnya-besarnya lalu menghitung seberapa lebar jurang pemisah yang ada yang dapat menghambat pencapaian tujuan. Kondisi yang kedua inilah yang diselesaikan dengan mengupgrade kapasitas internal dan menghilangkan hambatan eksternal kita.

Up grade kapasitas internal dapat dilakukan dalam satu program yang terencana, baik itu dari kapasitas organisasi maupun kader harokah. sedangkan hambatan ekseternal dapat dihilangkan dengan kemapuan strategi yang baik terutama para qiyadah harokah terutama melalui proses belajar yang tidak pernah boleh berhenti. Setiap peristiwa dan pengalaman yang melingkupi kita di lapangan dakwah adalah pelajaran berharga yang dapat kita jadikan sumber pelajaran untuk menata organisasi ini menjadi lebih kuat dimasa depan. Agar kebenaran yang kita bahwa ini dapat diterima dengan baik oleh setiap orang. Dari kelompok manapun dia. Dan dengan ideologi apapun dia hidup. “karena kelemah lembutanmu dalam menyampaikan kebenaran itu. Maka musuh-musuh dakwah ini menganggapmu sebagai teman yang sangat baik”.

Sedangkan secara eksternal, masyarakat perlu kita kondisikan agar mereka mampu menerima nilai-nilai baik yang kita bawa. Melalui proses pembauran, menjadi bagian dari mereka. Dan pada saat yang sama kita mendidik mereka, tak sekadar membantu mereka, tapi mendorong mereka untuk secara mandiri menata hidup mereka menjadi lebih baik. Inilah yang kita harapkan. Bahwa hasil-hasil penataan pribadi-pribadi muslim, harus lebih berdaya, untuk melakukan proses perubahan dalam skala yang lebih besar. Masyarakat. Agar nilai-nilai kebaikan ini mendapatkan dukungan yang kuat dari masyarakat. Wallahualam

readmore »»ǴǴ

Selasa, 15 November 2011

Untuk Sang Guru

Saya menulisnya, di hari wafatnya,Fathi Yakan, Salah satu Tokoh Gerakan Islam
13 Juni 2009

Seluruh makhluk tertunduk. Karena kehilangan lagi satu mutiara indah di tengah kerikil-kerikil tajam kehidupan. Mutiara, yang telah memberikan kemilau indah di alam kehidupan manusia. Ia pergi menghadap Sang Khalik. Setelah ia menulis tinta emas dalam perjalanan panjang harakah dakwah ini. Setelah pengalaman panjang hidupnya dituang dalam sekitar 35 buah buku yang dibaca oleh murid-muridnya.
Wajah itu sumringah dipembaringannya. Ia tersenyum menjemput rindu yang telah lama. Perjumpaan dengan sang kekasih. Maka ia melepaskan seluruh lelahnya di dalam pelukan sang kekasih. Ia memang hanya merindukan itu. Seluruh waktu hidupnya dihabiskan untuk mengumpulkan bekal agar dapat bertemu sang kekasih. Wajah itu sumringah. Ia ingin berkata, sekarang aku akan beristrahat setelah menempuh lelah mengantar harakah ini ke gerbang marhalahnya.
readmore »»ǴǴ

Minggu, 13 November 2011

“Inilah Aku”

Sabtu, 12 November 2011

Tidakkah kau lihat anak kecil, hai orang yang berakal
Ia tak punya pengetahuan tentang dirinya
Telinganya tidak tahu apa itu irama
(Iqbal)

Laki-laki itu berdiri tegap di tengah-ditengah zamannya. Ketika zaman dibingungkan oleh hilangnya identitas manusianya. Jejak-jejak kemunduran telah nampak begitu jelas. Ketika manusia tenggelam dalam parsialisasi agama dan kehidupan, laki-laki itu berdiri menentang badai parsialisasi. Ketika para pendahulu, larut dalam kebingungan atau mulai putus asa terhadap realitas, laki-laki itu berteriak lantang “inilah aku”. Laki-laki itu adalah Hasan Al Banna.

Keruntuhan kekhalifahan Turki Utsmani menjadi puncak kebingungan manusia muslim tentang siapa dirinya. Mereka bagaiakan anak-anak ayam yang kehilangan induk. Hasan Al Banna muda berdiri dan berteriak lantang di tengah zaman untuk menegaskan dirinya. Bukan hanya sebagai individu tapi sebagai muslim.

“Akulah petualang yang mencari kebenaran, Akulah manusia yang mencari makna dan hakekat kemanusiaannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air di bawah naungan Islam yang hanif.

Adalah kalimat-kalimatnya untuk penegasan tentang jati dirinya. Tentang siapa dirinya dan bagaimana ia akan bekerja mengambil tugas kemanusiaannya. Dan ini juga penjelasan tentang besar cita-citanya.

Akulah lelaki bebas yang telah mengetahui rahasia wujudnya, maka Ia pun berseru, 'Sesungguhnya Shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, tuhan semesta Alam yang tiada sekutu bagi-Nya. Kepada yang demikian itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri.' Inilah Aku. Dan kamu, Kamu sendiri siapa?"

Adalah kalimat-kalimatnya untuk menegaskan orientasi dari semua amal kehidupan yang telah dan akan terus-menerus dilakukannya selama hidup tanpa henti. Juga penjelasan tentang penyerahan diri yang total kepada Sang Pencipta terhadap semua upaya manusiawinya.

Sikap ini memang tak dimiliki oleh banyak orang. Seperti itulah sejarah akhirnya mengajarkan kepada kita kisah Dzul Jausyan, yang ditawari Rasulullah SAW untuk masuk islam setelah usainya perang badar. Tapi ia menolak bergabung, karena alasan kaum muslimin saat itu begitu tertindas dan terusir dari tanah tercinta mereka. Dzul Jausyan hanya akan bergabung jika Rasulullah berhasil menaklukkan kota mekkah. Dan Rasulullah menjanjikan kemenangan itu. Berselang 7 tahun kemudian, kota mekkah dibebaskan, Dzul Jausyan kemudian menyesali ketidakbergabungannya sejak awal, dan ia tertinggal jauh dari kemuliaan mereka yang merintis jalan menuju pembebasan kota Mekkah, setelah 10 tahun hijrah.

“Inilah aku” adalah kata yang mewakili sifat kepeloporan, inisiatif mengambil tanggung jawab sekaligus penegasan jati diri yang hakiki di tengah kebingungan manusia tentang siapa dirinya. Dan sikap ini mungkin tak kita temukan di zaman saat ia hidup.

Kita perlu meniru sikap ini, karena ini juga merupakan sikap yang telah dicontohkan oleh Nabi umat ini. Ketika ia harus berdiri tegap di tengah-tengah masyarakat jahiliyah jazirah arab untuk menegaskan hakekat kemanusiaan dan penghambaan yang tanpa kompromi, hanya kepada Allah SWT.

“Inilah Aku” adalah penjelasan tentang kepeloporan, yang dengannya seseorang berdiri tegap seorang diri dan kini diikuti oleh ribuan dan bahkan milyaran manusia. Tapi harga yang harus di bayar oleh sikap ini memang mahal. Sehingga banyak yang kemudian memilih untuk tidak mengambil sikap-sikap ini karena tidak sanggup menanggung beban dan benturan yang kelak pasti dihadapinya.

Dalam konteks perubahan, kata “inilah aku” adalah titik tolak untuk bergerak. “Inilah aku” dimulai dengan penegasan tentang jati diri, lalu keluar membimbing manusia mengenalkan hakekat diri mereka sendiri, sebagai manusia dan sebagai muslim. Pengenalan jati diri ini akan menjadi langkah awal menuju perubahan arah kehidupan manusia. Dan itulah juga sebabnya mereka, para pelopor itu menjadi teladan sepanjang masa, yang dari merekalah kita belajar.

readmore »»ǴǴ

Senin, 31 Oktober 2011

Profesionalisme

Rabu, 7 Juli 2010
Pukul 20.22 WITA

Masyarakat kampus adalah stok masyarakat kelas menengah bagi masyarakat secara kesuruhannya di masa depan. Ini juga memiliki makna lain bahwa mahasiswa adalah stok pemimpin masyarakat.

Olehnya itu, setiap kader harokah sudah seharusnya menyadari bahwa penyiapan diri untuk menjadi bagian dari stok kepemimpinan masyarakat masa depan adalah sebuah keniscayaan. Juga untuk merespon kebutuhan harokah yang sedang menjalani tahapan dakwah institusi menuju tahapan dakwah pada level negara. Inilah alasan yang menjelaskan bahwa profesionalisme kader harokah sudah harus ditumbuhkan sejak dini. Di usia kampus. Usia mahasiswa.


Yang saya maksud dengan profesionalisme di sini adalah bidang profesi dimana kader harokah menempuh pendidikan. Inilah yang disebutkan oleh Anis Matta dengan kata “kontribusi”. Dari tiga langkah peradaban yang hendak kita lakukan. Afiliasi, Partisipasi dan Kontribusi. Pemahaman tentang hal ini yang memang masih missing pada sebagian kader harokah. Bukan karena fikroh tetapi lebih disebabkan karena selama usia-usia kampus, kader-kader harokah disibukkan dengan aktifitas yang bersifat dakwah amm dan aktifitas politik sehingga kurang fokus terhadap bidang profesinya masing-masing.

Juga selain karena efek yang masih tersisa dari tahap awal perintisan dakwah di lingkungan terdidik ini. Dimana dahulu, kader-kader perintis dakwah kampus memberikan perhatian yang lebih besar terhadap peletakan dasar dakwah yang kuat dan kurang memperhatikan profesionalisme bidang akademiknya.

Akan tetapi, realitas zaman telah memaksa setiap kader harokah untuk mengupayakan mobilitas vertikal. Mobilitas vertikal pada berbagai struktur kenegaraan dan pada semua levelnya. Sudah saatnya mobilitas ini digelorakan dengan gelombang yang semakin besar.

Paradigma pandang kader sudah saatnya diubah bahwa mobilitas vertikal muslim tidak lagi cukup dilakukan secara terbatas pada lembaga-lembaga tertentu saja. Sebab, jika pada suatu saat, ketika kader harokah diamanahkan oleh zaman untuk mengelola negeri ini, maka adalah niscaya tidak hanya dibutuhkan orang-orang yang memiliki komitmen keIslaman yang sama, komitmen perbaikan yang sama tetapi memerlukan orang sholeh dengan kompetensi profesionalisme yang memadai.

Ustadz Cahyadi Takariawan menyebutkan bahwa gerakan dakwah harus mempersiapkan dirinya untuk memasuki orbit kelembagaan politik. Politik, sebagaimana defenisi umum yang kita pahami, yaitu upaya-upaya untuk mendistribusikan kebaikan-kebaikan secara utuh kepada seluruh lapisan masyarakat dan meminimalisir terjadinya kemungkaran-kemungkaran pada semua level masyarakat.

Oleh sebab itulah, kader-kader dakwah harus menjadi bagian dari manusia-manusia yang mengambil kebijakan agar eksistensi dakwah semakin kokoh dengan tampilnya orang-orang sholeh dengan profesionalisme yang memadai pada semua lembaga-lembaga negara. Agar nilai-nilai kebaikan dapat didistribusikan melalui semua sarana yang bisa digunakan untuk itu.

Tentu saja, generasi yang disiapkan harus memiliki kompetensi yang terbaik dibidangnya masing-masing. Memimpin perubahan tidaklah cukup dilakukan hanya pada satu bidang saja. Tapi perlu ada kontribusi yang sama besarnya pada semua bidang kehidupan. Itulah salah satu desain masa depan yang sudah harus sejak awal dipikirkan dan dikerjakan. Oleh kader dan juga oleh harokah secara keseluruhannya.

Akan tetapi untuk dapat bertahan (survive) dan semakin kompetitif di masa depan dan mencapai mobilitas yang maksimal untuk memimpin, maka diperlukan suatu pola kaderisasi yang mapan, mulai dari rekrutmen, pembinaan, pemberdayaan dan pengujian kepemimpinan kader.

Sekali lagi pemahaman dan kesadaran tentang hal ini sangat penting. Sebab, ketika kita berbicara mihwar muassasi dan mihwar daulah, itu artinya akan dibutuhkan sekian banyak kader professional, unggul dibidangnya masing-masing untuk mengelola berbagai institusi. Agar Islam dan kadernya bisa ada pada setiap sisi kehidupan bangsa ini. Seperti ketika Islam ada di setiap rumah penduduk madinah pada masa Rasulullah SAW.


readmore »»ǴǴ

Rabu, 26 Oktober 2011

Masih Tentang Cinta (2)

Rabu, 26 Oktober 2011
Pukul. 15.45 WITA

Kita telah berbicara cinta dalam tema khusus. Cinta kepada Allah SWT. Dan itulah puncak gunung cinta. Karena kata Ibnu Qoyyim Al Jauziah “cinta kepada kesempurnaan adalah cinta yang tertinggi”. Dan Itu artinya cinta jenis ini adalah cinta kepada Allah SWT karena Dia-lah yang Maha Sempurna. Sekaran kita ingin berbicara tentang cinta yang terkhususkan kepada seseorang. Seseorang yang telah ditakdirkan untuk menjadi pendamping hidup.

Dalam konteks takdir, cinta kepada seseorang atau lebih dikenal dengan jodoh, adalah sesuatu yang telah diciptakan sejak semula sebagai sebuah kepastian. Akan tetapi, pertanyaan yang tak bisa kita jawab adalah bagaimana cara kita memastikan siapa sebenarnya seseorang yang ditakdirkan untuk menjadi pendamping hidup kita? Sekali lagi tidak, kita tak bisa memastikannya. Maka dalam makna inilah kita akan menemukan fakta bahwa jatuh cinta adalah fenomena manusiawi yang hadir di ruang jiwa seorang manusia. Ia sesuatu yang tak mungkin bisa kita ingkari. Maka kita akan bertanya, sebenarnya cinta jenis ini, cinta kepada seseorang, dari mana ia berasal?


Keserasian. Itulah alasan ketertarikan itu. Seperti sifat zat di alam, bahwa ia akan memiliki daya kohesifitas yang kuat jika sejenis. Seperti ketika kita mencampur air ke dalam air. Dan seperti itulah lahirnya cinta.

Cinta, sesungguhnya bermula dari pandangan, tapi ia lahir bukan karena ketertarikan jiwa kepada objek yg dicintai, berupa fisik, harta karena ia fana. Jika ia lahir karena alasan fisik, alasan harta maka cinta akan berkurang seiring dengan berkurangnya kualitas dan kadar fisik dan harta. Pandangan akan menjadi pintu yang menemukan keserasian-keserasian itu pada objek yang kita amati.

Keserasian itu, kata Ibnu Qoyyim Al Jauziah bisa dalam banyak hal tetapi yang tertinggi dan keserasian yang terbaik adalah keserasian dalam hal tujuan hidup. Jika pada satu waktu kita menemukan bahwa Rasulullah SAW mengatakan “perumpamaan mukmin dengan mukmin yang lain itu seperti satu tubuh, jika ada satu bagian yang sakit makan bagian tubuh yang lain akan merasakan sakit. Maka inilah penjelasannya. Kata mukmin dalam hadits tersebut adalah kata penjelas tentang makna kesamaan tujuan ini.

Karena keserasian itu bisa dari banyak hal, maka cinta yang lahir di jiwa seseorang haruslah punya alasan yang abadi untuk membuat cinta itu abadi. Begitulah, maka cinta kepada hal yang lain harus dibangun di atas landasan cinta kepada Allah, Dia abadi. karena hanya dengan itulah cinta akan menjadi abadi.

Lalu jika perasaan cinta itu lahir karena keserasian. Kenapa kita menemukan fakta ada "cinta yang bertepuk sebelah tangan? Cinta yang lahir dari seseorang, kata Ibnu Qoyyim Al Jauzaih bisa ada dalam dua jenisnya yaitu cinta di permukaan dan cinta yg bersumber dari jiwa.

Cinta di permukaan ini, biasanya lahir karena tampilan fisik yang menarik dari objek yang dipandang, Tapi daya tarik itu tidak sampai di kedalaman jiwa orang yang jatuh cinta. Cinta jenis ini memang tak menuntut pada kebersamaan, Ataupun jika akhirnya berlanjut biasanya hubungan itu tidak akan berlangsung lebih lama, jika akhirnya daya tarik fisik itu tak berujung pd kecocokan tujuan. Mungkin inilah alasan yang menjelaskan kita menemukan kasus-kasus perceraian. Menikah tak begitu lama dan akhirnya harus berujung pada perceraian.

Sedangkan jenis cinta yang bersumber dari jiwa, biasanya akan berujung pada kebersamaan. Karena jiwa pemiliknya akan bersahut-sahut saling memanggil, karena kecocokan keduanya. Cinta yang bersumber dari jiwa ini biasanya hanya menjadikan fisik sebagai kebutuhan berikutnya.Tapi bukan yang utama. Karena fisik memang digerakkan oleh jiwa. Maka jika cinta pada suatu waktu kita menemukan tak berbalas, Itu artinnya cinta yang lahir adalah cinta dipermukaan. Cinta yang lahir karena fatamorgana pandang. Cinta kepada fisik yang akhirnya tak menemukn kesamaan tujuan pada pemilik perasaan itu.


readmore »»ǴǴ

Masih Tentang Cinta (1)

Rabu, 26 Oktober 2011
Pukul 06.00 WITA

Pembicaraan tentang cinta memang tak akan pernah habis. Seperti ketika kita hendak mendefenisikan apa arti kata cinta. Karena cintalah yang melatari semua peristiwa di kehidupan. Matahari yang terbit di pagi hari, Bumi yang berputar mengelilingi porosnya, kelahiran seorang anak manusia ke dunia, dan bahkan cintalah yang melatari lahirnya alam semesta. Maka pembicaraan kita tentang cinta memang tak akan pernah bisa berakhir. Tapi izinkan saya berbicara tentang cinta dari tema ini. Tentang bagaimana cinta itu dijalani dan konsekuensi yang harus ditempuh para pecinta untuk sampai kepada yang mereka cintai.

Jika kita membaca dari firman-firman-Nya tentang bagaimana Allah SWT berbicara tentang cinta, maka kita akan menyimpulkan bahwa kata cinta mengandung konsekuensi yang teramat agung. Ketika kita mempersaksikan-Nya sebagai Tuhan satu-satunya, Allah menggunakan kata ini “mitsaqan ghalizho”. Perjanjian yang berat.


Mitsaqon Ghaliza berarti perjanjian yang berat. Dalam Al Quran, kata Mitsaqon Ghaliza hanya disebutkan tiga kali, yaitu ketika Allah SWT membuat perjanjian dengan para Nabi dan Rasul Ulul Azmi , ketika Allah SWT mengangkat Bukit Tsur di atas kepala Bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia di hadapan Allah, dan ketika Allah SWT menyatakan hubungan pernikahan. Dua hal yang pertama tentang tauhid dan terakhir tentang hubungan antara dua manusia yang berbeda jenis.Untuk tauhid [QS 33 : 7] [QS 4 : 154] untuk pernikahan [QS 4 : 21] Tapi semuanya adalah peristiwa agung yang menggetarkan jiwa manusia.

Begitulah, kata cinta yang kita ucapkan akan menuntut banyak hal. Cinta akan membuat anda siap menjalani hal terpahit dalam hidup untuk sampai kepada yang anda cintai. Seperti ketika sakit, tak peduli sepahit apapun obat yang harus anda minum untuk sehat, karena anda mencintai sehat. Maka Allah menyediakan hal-hal "pahit" untuk sampai kepada-Nya, ketika mengatakan Aku Mencintai-Mu, ya Allah.

Tapi Allah, menciptakan lebih banyak hal-hal yang bisa Anda cintai dibandingkan dengan hal-hal yang Anda benci. Ketika kita mengatakan Aku Mencintai-Mu Ya Allah, Dia mensyaratkan satu hal bahwa cinta itu sama sekali tak boleh lagi berbagi. Tak boleh untuk siapapun. Cinta kepada Allah, harus berujung pada kesiapan kita untuk mewarnai diri dengan nilai-nilai yang dikehendaki-Nya. Hal Ini bukan sebentuk paksaan. Tapi memang begitulah cinta, ia ditakdirkan untuk membuat kita siap menghamba, siap tunduk dan merendah kepada-Nya.

Kita memang boleh mencintai hal yang lain, mencintai harta, mencintai benda, kendaraan, dan bahkan secara khusus kepada manusia dan wanita. Tapi bukan untuk menghamba. Bukan untuk patuh seperti kepatuhan pada-Nya. Karena semua kecintaan kita kepada yang lain selain-Nya, hanyalah bagian dari cara kita mencintai Allah. Dan itu artinya kecintaan kita kepada hal yang lain tak boleh bertentangan dengan apa yang dikehendaki-Nya.
readmore »»ǴǴ

Senin, 10 Oktober 2011

Tegar Di Tengah Badai

Ahad, 9 Oktober 2011
Pukul 06.02 WITA


Di perjalanan panjang kehidupan ini, sesekali kita akan diterpa badai kehidupan. Hal ini bukan sesuatu hal yang harus kita cemaskan, tetapi hal Ini justru kita butuhkan untuk mengokohkan, untuk meneguhkan dan untuk menguatkan seluruh instrumen kepribadian kita, fisik, jiwa, dan akal agar mampu menuntaskan sisa perjalanan kehidupan kita.

Jika pada suatu waktu Allah SWT mengatakan “Apakah kalian akan menyatakan diri kalian beriman padahal kalian belum benar-benar diuji” maka ini adalah penjelasan tentang hakekat bahwa Allah SWT akan menyediakan tantangan-tantangan kehidupan untuk menaikan kita pada satu tangga kemuliaan yang lebih tinggi dari posisi hidup kita sebelumnya.

Lihatlah sejarah, dan semua karya fenomenal yang pernah diukir manusia-manusia besar dalam kehidupan, akan kita temukan disana satu fakta bahwa sebelum mereka mencapai tangga prestisius kehidupan yang membuat mereka terhormat, mereka harus melalui jalan yang berdarah-darah, jalan yang menguras air mata dan fisik, serta debu-debu kehidupan.

Seorang Sayyid Quthb yang menyelesaikan karya fenomenal Tafsir Fii Zilalil Qur`an justru ketika ia menjalani masa-masa penyiksaan dalam penjara. Atau kisah terusirnya Rasulullah SAW dan para sahabatnya dari tanah air tercinta, lalu hidup di negeri baru tanpa harta, tanpa keluarga sebelum mereka kembali ke kota Mekakkah 10 tahun kemudian.

Tetapi, yang kita butuhkan setelah kesadaraan ini adalah jawaban akan pertanyaan ini, apa yang kita butuhkan agar terpaaan badai kehidupan itu dapat kita lalui, agar kita mampu mencapai tangga kemuliaan hidup?. Yang kita butuhkan untuk mampu melampaui badai hidup itu adalah kejelasan tujuan, cadangan kesabaran yang tak terbatas dan keyakinan yang teguh akan dekatnya pertolongan Allah SWT


Kejelasan tujuan menjadi instrument yang menjelaskan bahwa setiap sikap kita dalam hidup hanya akan mengarahkan kita pada satu arah yang jelas. Tujuan itu seperti setitik cahaya di dalam lorong gelap. Tujuan memberi arah kepada kita untuk selalu menuju ke sana. Kejelasan tujuan juga akan menjadi patron bagi kita, bahwa jika pada suatu saat dalam hidup, kita mulai menjauh dari arah yang telah kita tetapkan, kita akan mampu mengatur ulang langkah agar kembali ke track semula.

Inilah alasan yang menjelaskan mengapa Allah SWT ketika hendak menciptakan manusia, yang pertama kali dilakukan-Nya adalah menjelaskan apa tujuan menciptakan manusia. “Dan berkata Allah kepada malaikat: Saya hendak menciptakan khalifah (manusia) di muka bumi”. Agar kelak manusia yang akan diciptakan ini memiliki kejelasan orientasi, kejelasan tentang peran kehidupannya di muka bumi, yaitu sebagai wakil Allah SWT.

Yang kita butuhkan setelah itu adalah kesabaran. Kesabaran adalah karakter dasar yang harus dimiliki oleh penempuh jalan panjang menuju titik akhir hidupnya. Tak satupun yang mampu menyelesaikan perjalanan jika ia tak memiliki cadangan kesabaran yang besar. Kesabaran ini akan terus menerus diuji oleh waktu yang dihabiskan dalam perjalanan panjang menuju terminal akhir perjalanan hidup kita.

Kesabaran menjadi kebutuhan yang tak pernah boleh tak terawat. Karena kesabaran kita butuhkan ketika hendak mengatur ulang langkah, yang lelah akibat terpaan badai hidup. Juga, kesabaran ini kita butuhkan untuk menunggu datangnya jawaban atas setiap upaya kehidupan dari Sang Pencipta. Semua hal yang kita kerjakan dalam perjalan kehidupan membutuhkan sifat ini.

Hal terakhir yang kita butuhkan adalah bahwa kita harus benar-benar meyakini dengan sekuat-kuatnya akan adanya tangan Allah SWT yang akan menuntun kita agar tak jatuh ke dalam lumpur, ada tangan Allah yang akan menyingkirkan setiap hambatan kehidupan. Kita tak mungkin dibiarkan sendiri tanpa pertolongan-Nya.

Manusia, kadang begitu cemas karena terlalu seringnya gagal atas suatu usahanya dalam hidup. Tetapi saya percaya bahwa teruslah berupaya, jangan pernah berhenti mewujudkan mimpi anda, karena setelah jatah kegagalan anda telah terlampaui yang datang sesudahnya adalah kesuksesan-kesuksesan. Pada saat yang sama, kita memiliki tempat menggantung kehidupan. Maka orang-orang beriman yang diberi beban menempuh jalan panjang keimanan akan selalu memiliki harapan yang permanen, karena mereka memilki Allah.

Mungkin memang kisah hidup kita tak seindah kisah-kisah yang diceritakan dalam serial cinta yang ditulis oleh Anis Matta dan juga tak seperkasa para pahlawan yang diceritakannya dalam serial kepahlawanan, tetapi kita memiliki serial pembelajaran hidup yang akan memberikan kita satu hal, yaitu kemampuan untuk mengindahkan cinta dan memiliki karakter seperkasa pahlawan. Karena sekolah kehidupan ini mengajarkan kita satu hakekat, bahwa waktu kita untuk belajar selalu jauh lebih lama dibandingkan dengan waktu ujian.

readmore »»ǴǴ

Kamis, 08 September 2011

Akhir Sejarah Kita

Senin, 19 Juli 2010
Pukul 20.27 WITA

Kita telah di didik dalam tarbiyah sekian lama. Dimulai saat kali pertama kita menginjakkan kaki di dunia kampus. Dunia intelektual. Disanalah kita dikenalkan tentang jati diri sebagai muslim. Juga telah dijelaskan tentang visi hidup kita. Untuk hidup di dunia hanya dalam bingkai ibadah. juga telah sangat memahami dengan sesadar-sadarnya tugas sejarah kita. Sebagai khalifah Allah swt di muka bumi ini

Kita telah menanamkan semua hal tersebut secara kuat di dasar laut sanubari kita. Dan dengan keyakinan yang sangat kuat bahwa sekeras apapun badai yang menghadang di hadapan kita kelak, badai itu tak akan pernah dapat menggoyahkan langkah-langkah kaki kita untuk mewujudkan tugas sejarah itu tadi. Karena akar pohon iman kita telah menancap jauh ke dasar bumi jiwa kita.

Disanalah, di dalam tarbiyah itulah juga kita di didik untuk menjadi orang-orang yang memiliki mimpi. Mengimpikan peran-peran besar kita dalam sejarah peradaban manusia.

Kini tiba saatnya kita bekerja. Setelah memiliki mimpi-mimpi. Kini saatnya kita mengintegrasikan diri dengan umat dan manusia secara keseluruhannya setelah kita didik di lingkungan yang nyaman itu. Haloqah tarbiyah.

Saatnya kita keluar menyalalakan lilin iman ditengah kegelapan umat ini. Karena inilah tugas sejarah kita.

Dan rentang usia yang kita miliki, yang menentukan usia hidup kita tidaklah begitu panjang. Akan tetapi, inilah anugerah yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita. Di usia kita yang masih muda ini. Kita telah memutuskan untuk hidup sebagai jundi-Nya. Dan telah dengan penuh kesungguhan untuk memaksimalkan sisa usia kita bagi perjuangan di jalan-Nya

Dan kelak insya Allah di masa depan, jika Allah memberikan kita kesempatan dan umur panjang, kita akan melihat manusia berbondong-bondong masuk ke dalam islam. “Sampai aku melihat manusia bersujud dari barat hingga ketimur.” Kata Rasulullah saat Perang Khandak. Sebagai sebuah janji yang pasti akan terjadi.

Tapi kita ingin memulainya dari kelompok masyarakat terdidik ini. Karena merekalah masa depan bangsa dan peradaban. Agar transformasi masyarakat bisa lebih maksimal kita lakukan dengan tampilnya pemimpin yang karakternya merupakan paduan dari tingkat intelektual yang baik dan kualitas keimananan yang baik pula.

Maka mari kita tekadkan sejak hari ini. Bahwa kita akan terus bekerja agar tak satupun manusia yang diperbudak oleh manusia yang lain. Setelah itu kita berikan kebebasan kepada mereka untuk memilih akidah yang diinginkannya. Dan lebih jauh setelahnya, kita akan membingkai hidup mereka dalam bingkai nilai-nilai islam yang universal.

Karena kita adalah guru peradaban manusia. Dan dari sinilah kita memulai langkah untuk merangkai indah akhir sejarah kita di lembar sejarah peradaban manusia. Agar alam semesta ini kembali pada hakekat diciptakannya.

Karena inilah akhir sejarah kita.
readmore »»ǴǴ

Minggu, 07 Agustus 2011

"Ramadhan, Mardrasah bagi Fisik, Jiwa dan Akal Untuk Merealisasikan Tugas Sebagai Wakil Allah Di Muka Bumi”

kamis, 4 Agustus 2011

Bismillahirrahmanirrahim……

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
(Q.S Al Baqarah : 183)

Saudara-saudara sekalian,
Adalah satu kesyukuran yang sangat besar, atas karunia ramadhan yang diberikan oleh Allah swt kepada kita semua. Ramadhan yang kita jalani hari ini, dan juga tentu oleh saudara-saudara kita muslim yang lainnya, seharusnya berujung dengan hadirnya ketakwaan yang menguat pada diri kita sebagai muslim yang beriman. Karena takwa adalah output dari Ramadhan yang kita jalani saat ini, juga ibadah lainnya.

Salawat, salam kepada Rasulullah SAW. Teladan yang telah mengajarkan kita banyak hal dalam kehidupan ini, termasuk bagaimana cara terbaik untuk mempersiapkan diri menghadapi dan menjalani ramadhan, bahkan mengajarkan kepada kita tentang bagaimana memanfaatkan energi ramadhan untuk melakukan perubahan-perubahan besar dalam sejarah kehidupan kaum muslim, bahkan lebih luas, dalam skala peradaban manusia.

Saya ingin, memulai materi ini, dengan apa yang disebutkan terakhir, yaitu tentang bagaimana memanfaatkan energi ramadhan untuk melakukan perubahan-perubahan yang besar dalam kehidupan kita terutama dalam kehidupan kita secara pribadi sebagai seorang muslim.

Saudara-saudara sekalian,
Saya ingin memulai tema ini dengan menggambarkan sedikit tentang sejarah awal berdirinya institusi islam sebagai pengejawantahan dari nilai-nilai islam yang sejati. Karena kata Allah “wamaa`arsalnaaka illa rahmatal lil alamin”


Setelah Rasulullah SAW, meletakkan dasar-dasar keislaman yang paling hakiki, pada sekitar 200 orang muslim yang terdiri dari kaum muhajirin (Madinah dan Yastrib) dan Anshar, beliau menuntaskan tahap awal dakwahnya dengan melakukan hijrah ke Madinah dan mulai membangun islam sebagai sebuah institusi di sana (Madinah).

Akan tetapi, institusi madinah masih harus mengalami ujian eksistensinya, dan kita memahami secara baik bahwa kaum muslimin madinah harus menghadapi puluhan kali peperangan untuk melewati tahapan uji eksistensi ini.

Syariat puasa kemudian diturunkan oleh Allah SWT, pada tahun kedua hijriah pada bulan ramadhan, dan kita juga memahami persis bahwa Perang Badar Qubra terjadi pada bulan yang sama. Tetapi ketika menghadapi kondisi yang berat seperti ini, perhatikanlah, diantara kalimat-kalimat sahabat saat menghadapi peperangan ini (Badar):

Sa`ad bin Muadz : “kami benar-benar telah beriman kepadamu, kami membenarkanmu dan bersaksi bahwa engkau membawa kebenaran. Kami berikan untuk semua itu janji dan kesetiaan kami untuk mendengar dan taat, maka laksanakanlah apa yang engkau mau. Dan kami akan bersamamu. Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan kebenaran, Seandainya saja dihadapan kami terdapat lautan, niscaya kami akan menyelaminya bersamamu, tak seorang pun dari kami yang akan tinggal”

Atau seperti kalimat Umair bin Himam, ketika Rasulullah mengatakan: “demi zat yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah seseorang memerangi mereka pada hari ini, kemudian terbunuh, maju dan tak lari dari peperangan niscaya Allah akan memasukannya ke dalam syurga”. Beliau (Umair bin Himam) menyambut seruan itu: “bakh….bakh….(aku redho, aku redho).

Jumlah kaum muslimin pada saat itu hanya 300-an orang, harus berhadapan dengan pasukan yang dipimpin Abu Jahal dengan jumlah sekitar 1000 orang lengkap dengan pakaian perang, sedangkan kaum muslimin hanya menggunakan senjata sederhana, yang senjata itu sebenarnya hanya bertujuan untuk menghadang kafilah dagang Abu Sofyan.

Peristiwa tersebut, juga tentang sikap-sikap para sahabat, membuat kita menghasilkan satu kesimpulan: adanya kesadaran tentang orientasi akhir dari kehidupan kita sebagai seorang muslim, mampu menghilangkan semua rasa takut akan penderitaan hidup.

Saudara-saudara sekalian
Kesadaran yang kuat tentang muara akhir dari kehidupan ini, akan memberikan kita keterarahan, sekaligus kemampuan untuk menghemat energi hidup kita, untuk hanya menuju kepada satu hal, akhirat. Karena kesadaran inilah yang pertama kali ditanamkan oleh Rasulullah SAW, selama 13 tahun dakwahnya di Makkah, menjelaskan tentang, Iman kepada Allah, Iman kepada Rasulullah dan Iman kepada hari akhirat, sebelum merubah hal-hal lainnya pada diri seorang manusia.

Saudara-saudara sekalian
Kesadaran inilah yang juga ingin kita perkuat, terutama dimomen ramadhan ini, ketika nuansa ruhiyah tengah menguat di dada-dada kita. Kita, adalah manusia yang diciptakan oleh Allah SWT, dan sejak semula kita telah memahami dengan jelas, bahwa ketika Allah SWT hendak menciptakan manusia, Allah terlebih dahulu menjelaskan secara tegas, tugas yang akan diemban oleh makhluk baru yang disebut manusia itu.

Allah SWT mengatakan: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (Q.S. 2 : 30)

Khalifah (wakil Allah SWT di bumi) adalah misi hidup yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita semua. Ini adalah tanggungjawab yang besar. Karena tugas ini tidak mampu diemban oleh makhluk-makhluk lainnya. Peran yang akan kita emban, dalam perjalanan menuju muara akhir dari kehidupan kita ini dalam kondisi yang terbaik, muara akhir itu adalah akhirat. Disanalah Allah SWT menyediakan balasan bagi peran itu, jika kita berhasil mengembannya secara baik, Allah menjaminkan syurga bagi kita, dan sebaliknya, Allah menjanjikan neraka bagi kita.

Momentum ramadhan adalah waktu yang sangat tepat untuk menguatkan kembali kesadaran kita akan hal ini, kesadaran akan visi hidup kita sebagai muslim, karena kita ingin menjadikan ramadhan ini sebagai awal bagi perubahan-perubahan besar dalam hidup kita di masa yang akan datang.

Saudara-saudara sekalian
Untuk tugas besar itu, untuk menuntaskan tugas besar sebagai wakil Allah SWT di muka bumi, Dia, Allah SWT telah memberikan kita penjelasan tentang bagaimana seharusnya kita menjalani kehidupan ini, melalui para nabi yang diutus-Nya sampai matarantai kenabian itu ditutup oleh Rasulullah SAW dengan mukjizatnya, Al Quran. Setelah, Allah SWT, membekali kita, manusia, untuk menjalankan peran itu, berupa akal, jiwa dan jasad untuk dapat menyelsaikan tugas itu.

Saudara-saudara sekalian,
Pada dasarnya Allah SWT, telah menyediakan sarana-sarana penguatan tiga infrakstruktur kepribadian kita tersebut. Sarana itu adalah ibadah-ibadah yang ada.
Ramadhan, adalah madrasah terbaik untuk mengasah dan mendidik 3 infrastruktur kepribadian kita ini, melalui puasa dan ibadah-ibadah lain, yang kita maksimalkan, pada bulan ramadhan ini. Ramadhan akan melatih kita, untuk mendidik 3 infrastruktur kepribadian kita ini, agar efektif, agar maksimal dalam menjalan peran-peran kekhalifan, peran-peran sebagai wakil Allah SWT di muka bumi ini.

Saudara-saudara sekalian,
Pendidikan ruhiah (jiwa).
Menjelang ramadhan, kita telah jauh-jauh hari, bahkan jika melihat sikap para sahabat menghadapi ramadhan, telah menyiapkan diri untuk menyambut kehadiran bulan yang agung ini. Lalu kita menyusun target-target amal yang hendak kita kerjakan selama ramadhan.

Semua perencanaan itu kita mulai dengan satu hal, azzam (tekad). Tekad, adalah satu hal yang terdapat dalam jiwa. Kita tentu saja, dalam menyusun target-target tersebut bukan tanpa kemauan yang kuat karena kita mengharapkan pahala sebanyak-banyaknya. Lalu, ketika ramadhan tiba kita juga dengan tekad yang kuat berupaya untuk merealisasikan semua perencanaan-perencaan itu, karena kita ingin meraih gelar fitrah di ujung ramadhan.

Lalu, semua perencanaan amal itu, dengan sangat sungguh-sungguh ingin kita wujudkan selama 30 hari di Ramadhan. Dan tekad yang itu akan semakin kuat jika benar-benar menanamkan satu kesadaran yang kuat akan manfaat dari semua ibadah-ibadah tersebut.
Atau contoh lain misalnya, alasan apa yang menjelaskan kepada kita bahwa kita sama sekali tidak tergoda untuk makan dan minum disiang hari, hal yang biasa kita lakukan di luar ramadhan padahal kita kan bisa saja melakukan hal tersebut secara sembunyi-sembunyi.

Ahli-ahli kesehatan menyebutkan bahwa sugesti yang kita berikan kepada jiwa kita (niat) untuk puasa, akan memasuki sel-sel saraf dan merangsangnya. Sugesti itu, benar-benar memberikan efek yang luar biasa pada jiwa kita. Bayangkanlah, di siang hari di luar bulan ramadhan, kita begitu mudah lapar jika sejak pagi sampai siang tidak makan, itu karena sejak awal yang muncul dalam presepsi jiwa kita adalah bahwa kita bisa makan jika kita lapar.

Jika pada suatu waktu Rasulullah mengatakan: “Allah tidak melihat kepada rupa kalian, tidak melihat kepada wajah kalian, tetapi Allah melihat hati-hati kalian”. Tekad (iradah), adalah salah satu nilai yang terdapat dalam jiwa yang sangat diperhatikan oleh Allah SWT, misalnya: “waidza azzamta fatawakkal alallah.”

Itu adalah latihan dan ujian tekad yang panjang karena kita akan melakukan hal tersebut kurang lebih 30 hari. Meskipun ada fenomena yang kita temukan pada sebagian orang, bahwa tekad menuntaskan semua rencana amal mereka tidak selesai sampai di akhirnya. Karena masjid-masjid akhirnya mulai kosong terutama pada sepuluh hari terakhir ramadhan. Hal ini disebabkan karena tekad mereka tidak kuat, dan karena kesadaran akan balasan kebaikan di ramadhan tidak mengakar kokoh dalam kesadaran mereka.

Pendidikan fisik
Diantara hadist-hadist Rasulullah tentang puasa adalah “summu tasihhu.” Berpuasalah, agar kalian sehat. Sehat, dalam hal jiwa (ruhiy) dan juga termasuk kesehatan fisik. Fisik adalah kendaraan jiwa dan pikiran. Perintah-perintah jiwa dan pikiran tidak akan terlaksana dengan baik bila fisik tidak berada dalam kondisi yang baik dan prima. Sehingga fisik membutuhkan perawatan yang baik.

Ahli-ahli kesehatan dengan perkembangan ilmu pengetahun saat ini menyebutkan bahwa beberapa manfaat puasa antara lain adalah:
a.Berpuasa, memberikan kesempatan bagi organ pencernaan dan saraf untuk beristrahat bekerja selama kurang lebih 14 jam
b.Berpuasa membantu menurunkan kadar gula dalam darah, kolesterol, dan tekanan darah yang berlebihan akibat pola makan yang buruk
c.Berpuasa dapat menurunkan berat badan
d.Berpuasa adalah diet yang sehat karena ia tidak menyebabkan kekuarangan zat gizi tertentu

Saudara-saudara sekalian
Kesehatan fisik adalah modal yang kita butuhkan untuk meralisasikan keinginan-keinginan baik bagi seorang muslim. Kekuatan tekad, cita-cita yang besar, dan tanggung jawab yang besar seorang muslim, membutuhkan kendaraan yang kuat yaitu fisik yang kuat, bugar, sehat untuk bekerja, untuk beramal dan memberikan manfaat kepada sebanyak-banyaknya manusia. Apalagi untuk tugas sebesar, wakil Allah SWT dimuka bumi. Dan puasa, sekali lagi telah menjelaskan banyak sekali fakta, adalah madrasah yang sangat baik untuk mengkondisikan fisik agar tetap sehat.

Kondisi fisik kita haruslah menampilkan performance sistem pendukung yang seimbang dengan beban yang akan ia pikul. Dan itu artinya, diperlukan manajemen kesehatan pribadi agar kualitas fisik seorang muslim itu baik, sehat, kuat dan bugar. Dan Alhamudlillah Allah SWT menyediakan ramadhan bagi kita untuk mengkondisikan fisik kita. Selain, manfaat-manfaat ibadah ramadhan lain misalnya.

Pendidik Akal
Jiwa, raga dan pikiran kita adalah unsur yang tidak dapat kita pisah-pisahkan. Ketiganya menyatu saling mempengaruhi. Suasana jiwa yang baik atau pikiran yang jernih, akan mempengaruhi kualitas kesehatan fisik kita. Sebaliknya, kondisi kesehatan fisik yang buruk juga akan mengeruhkan suasana jiwa dan pikiran kita.

Hal ini, ingin kita kaitkan untuk memperkuat satu kesadaran akan tugas besar kita sebagai wakil Allah SWT, untuk mengelola bumi ini termasuk manusia secara keseluruhan karena kesadaran yang kuat akan orientasi kehidupan kita, akan membuat kita benar-benar mengupayakan bagaimana membangun kesadaran yang kuat tentang bagaimana memaksimalkan energi ibadah itu untuk merealisaikan tugas kita sebagai hamba. Orang-orang bijak mengatakan “semakin besar cita-cita anda, semakin kuat kesadaran anda akan tugas besar anda, maka adrenalin anda akan terpompa untuk mewujudkannya”.

Tapi kemauan yang kuat (tekad yang kuat), harus disertai dengan kapasitas akal yang besar, dan dukungan fisik yang kuat. Dan semua itu, bisa kita dapatkan melalui ibadah-ibadah ramadhan kita, selain janji akan dilipatkan gandakannya pahala. Karena energi besar dalam melaksanakan tugas-tugas besar kita sebagai wakil Allah SWT di muka bumi, seharusnya bisa kita peroleh dari ibadah-ibadah yang kita laksanakan.
Terakhir, setelah kita membangun kesadaran yang kuat akan tugas besar kita sebagai wakil Allah SWT di muka bumi, juga setelah kita membangun kesadaran akan manfaat ramadhan, bahwa ada balasan pahala berlipat dari setiap amal di dalamnya karena yang sangat kita harapkan dari Ramadhan ini kita bisa “terlahir kembali” dalam keadaan fitrah di akhir Ramadhan nanti, lalu menyadari manfaatnya, antaralain, bahwa Ramadhan bisa mendidik dengan baik fisik, jiwa dan akal kita, sebagai infrastruktur kepribadian yang menjadi modal kita untuk menjalankan tugas kekhalifahan dimuka bumi, maka itulah sebagian obsesi-obsesi besar yang ingin kita realisasikan di ramadhan tahun ini.

Kejelasan tujuan, keterarahan perjalanan, akan benar-benar membuat kita bersemangat dalam melaksanakan seluruh target-target ibadah ramadhan kita, karena tanpa target yang jelas di Ramadhan tahun, maka kita juga tidak akan dapat mengukur hasil kerja-kerja ibadah kita di ramadhan tahun ini. Semoga tekad kita, bisa terus menguat hingga akhir ramadhan dengan amal yang terus konsisten bahkan tekad itu terus kita bawa setelah ramadhan ini.

Demikian, mudah-mudahan Allah SWT, memberikan kita semuanya kekuatan untuk menjadikan ramadhan tahun ini, sebagai awal dari semua kebaikan yang akan kita peroleh di masa-masa yang akan datang, pada bulan-bulan di luar bulan Ramadhan.
readmore »»ǴǴ

Selasa, 19 Juli 2011

Sujud Di Ujung Ikhtiar Cinta

Selasa, 19 Juli 2011

Dipelataran sejarah, cinta menghiasi setiap berandanya
Di antara rasa yang menghias bergantinya musim
Karena rindu adalah karunia Tuhan untuk setiap jiwa
Maka, biarkan ia, cinta mengalir menuju muara kesejatian

Seperti kumbang yang merindu kehadiran musim semi
Begitulah para pecinta menanti kehadiran sang pasangan jiwa
Karena lirik adalah luahan perasaan dikedalaman jiwa
Maka, biarkan ia, cinta memekar berpadu dengan irama kasih


Dihiaskan lagu nurani, ia menjawab panggilan rindu
Melepas pergi, melerai rindu, untuk menguatkan cinta
karena ia telah berjanji menjemputnya di ujung musim ini
agar ia tak gugur ke bumi, agar ia tak tersia

Maka di antara sujud-sujud panjangnya
Ikhtiar cinta digenapkan, untuk meminta keputusan
Keputusan dari Sang Maha Cinta di lembar ketetapan-Nya
Agar cinta kita diiringi terbitnya cahaya dari cinta abadi.
readmore »»ǴǴ

Minggu, 17 Juli 2011

Pengaruh

Kamis, 8 Juni 2010
Pukul 19.41 WITA

Pada satu ketika, dikalangan teman-teman ada satu diskusi tentang bagaimana mengukur hasil akhir dari kinerja dakwah yang kita lakukan setelah melalui sekian banyak tahapan-tahapan dakwah seperti yang disebutkan dalam manhaj dakwah kita. Indikator yang memberikan gambaran real tentang hasil dakwah yang telah dilakukan. Indikator yang dimaksud adalah bagaimana mengukur kata “pengaruh” dakwah dikalangan mahasiswa dan masyarakat secara keseluruhan?

Secara keseluruhan bahwa pengaruh yang akan kita ukur ini merupakan hasil kerja keras dari dua tahapan dari empat marhalah dakwah kita. Itulah yang kita sebut dengan marahalah persiapan (tandzimi) dan marahalah sya`bi. Hasil kerja dari tahapan ini adalah terbentuknya basis kader utama dan basis sosial dakwah dikalangan masyarakat , melalui penyebaran fikroh dan syiar-syiar Islam yang kita lakukan. Dimana pekerjaan marhalahnya tentu saja tidaklah selesai meskipun dakwah telah memasuki tahapan lanjut. Karena pemahaman kita tentang semua marahalah itu adalah perluasan bukan perpindahan marahalah.

“Pengaruh” bukanlah satu ukuran yang kita klaim.

Indikator yang kita bisa gunakan sesungguhnya dapat memakai dua pendekatan sekaligus. Indikator itu adalah indikator kualititatif dan indikator kuantitatif. Indikator kualitatif untuk mengukur keberhasilan dakwah kita misalnya adalah dengan memperhatikan situasi sosial masyarakat yang terwarnai dengan nilai-nilai keIslaman. Tapi indikator kualitatif sangat sulit menilainya. Karena lebih bersifat pada presepsi.

Sebab, jika kita melihat pada skala yang lebih besar misalnya. NU dan Muhammadiyah mengklaim dirinya sebagai dua ormas terbesar di Indonesia dengan jumlah pengikut terbesar. Akan tetapi ternyata PKB dan PAN tidak bisa memenangkan pemilu di Indonesia dan bahkan faktanya jumlah suara pemilihnya menunjukkan tren menurun.
Meskipun, memang kedua ormas tersebut tidak secara eksplisit menyebutkan dirinya sebagai underbow dari kedua partai tersebut. Tapi fakta menunjukan bahwa elit-elit politik kedua partai tersebut, juga adalah elit-elit pada kedua ormas tersebut. Dan mereka tidak memenangkan pemilu. Minimal pada kekuatan pengaruh elitnya terhadap orang-orang yang disebutnya dengan “warga Muhamadiyah atau NU”

Kita masuk pada wilayah yang lebih kecil. kita. Apa indikator bahwa kita memiliki “pengaruh” dikalangan masyarakat ? Pengaruh yang saya maksud disini adalah yang paling berpengaruh. Maka jika dapat disederhanakan dengan menggunakan analogi di atas, indikator pengaruh itu adalah kemenangan dalam pemilu. Tapi pemenangan di sini memiliki padanan kata lainnya, mobilitas. Mobilitas, Inilah yang ingin saya sebut sebagai indikator bahwa kita memiliki pengaruh dikalangan masyarakat . Bukan pengaruh yang kita klaim.

Mobilitas sesungguhnya dapat mencakup dua hal. Pertama, mobilitas internal kita. Kemampuan mobilisasi kader kita. Dari sini akan jelas terlihat bahwa orang-orang yang kita tarbawiyah adalah kader kita. Bukan klaim bahwa seseorang itu adalah kader kita karena kita mentarbawiyah seseorang. Dalam beberapa kasus di beberapa fakultas misalnya. Kita menyebutkan tentang jumlah kadernya lebih dari separuh total mahasiswa. Tapi faktanya tidak dapat memenangkan pemilu.

Dan kedua adalah mobilitas masyarakat yang menjadi ukuran luas lingkaran pengaruh kita. Lingkaran pengaruh ini sesungguhnya dapat terbentuk dari banyak alasan. Pertama, masyarakat yang telah terwarnai oleh fikroh dakwah yang kita lakukan selama mihwar sya`bi. Karena “gagal” tertarbawiyah. Kedua, lingkaran pengaruh yang terbentuk karena kompetensi kader. Karena kebutuhan mereka terhadap kader, mereka akan cenderung mengikuti apa yang menjadi “keinginan” kita.

Inilah indikator pengaruh kita dikalangan masyarakat . Tetapi nilai pengaruh ini tidaklah menjadi alasan bahwa kita bisa bertahan pada puncak kekuasaan. Sebab untuk penyeimbangan kekuasaan, kita perlu menguasai lebih dari 50% pada dua lembaga ini. Lembaga eksekutif itulah yang kita sebut sebagai BEM atau Himpunan. Dan lembaga legislative itulah yang kita sebut dengan dewan mahasiswa atau majelis perwakilan mahasiswa.
readmore »»ǴǴ

Sabtu, 25 Juni 2011

Resensi Buku : Meretas Jalan Menuju Kebangkitan Umat

Buku ini akan coba saya paparkan melalui tiga kerangka dasar:
1.Presepsi Hasan Albana tentang proyek kebangkitan

Proyek kebangkitan pada dasarnya haruslah dibangun diatas dasar metode/cara dengan langkah-langkah yang jelas
Pada dasarnya kita akan menyimpulkan presepsi hasan al banna tentang proyek kebangkitan dalam kerangka berikut:
a.Identifikasi masalah umat
“ Di Mesir dan negara-negara Islam lainnya, terjadi berbagai peristiwa yang mengguncangkan jiwa dan membangkitkan rasa duka dalam hati…”
“ kami heran kepada orang-orang itu yang banyak diantaranya ad cendekiawan dan orang-orang alim yang lebih layak dari pada kami untuk mengemban amanah ini,
Bukankah ini juga salah satu penyakit umat”

• Masalah kuantitatif
“ lebih dari 60% penduduk, hidup dengan tingkat kehidupan binatang….dst”
“ wahai ikhwan, itulah bahasa angka, hanaya sebagian kecil dari sekian banyak fenomena…”
• Masalah kualitatif
“ bidang politik…., bidang ekonomi,….pemikiran,…bidang sosial….”
b.Kajian sejarah kebangkitan umat-umat terdahulu

“ kebangkitan seluruh bangsa selalu bermula dari kelemahan….siapakah yang bisa percaya sebelumnya, bahwa jazirah Arab yang merupakan gurun tandus itu akan memancarkan cahaya hidayah dan pengetahuan….”
• Studi sejarah islam
“ Risalah Antara Kemarin dan Hari Ini”
• Studi sejarah umat yang bangkit (hal. 64)
• Studi sejarah gerakan kebangkitan dan perubahan (hal. 65)

c.Mengambil pelajaran dari sejarah kebangkitan
“ kelompok orang yang mengkaji sejarah umat dan tahapan-tahapan kebangkitannya kemudian meyakini sepenuhnya….”
• Hukum-hukum kebangkitan (hal. 80)
-Pemikiran yang terfokus – focus mengikuti langkah-langkah Rasulullah (Hal. 81)
- Kekuatan dan pertahanan - “bisa saya katakana hal terpenting yang harus mendapatkan perhatian pertama adalah kebangkita spiritual” (hal.82)
- Perubahan internal
“ sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan mereka sendiri” (hal. 85)
- Titik tolak
“ disinilah titik mula yang benar datang, dari kondisi kejiwaan yang sehat” (hal 87)
- Pilar kebangkitan: Cita-cita, kebanggan, kekuatan, ilmu, akhlak, harta, dan undang-undang”

d. Bagaimana berinteraksi dengan pelajaran-pelajaran
“ janganlah kalian sekali-kali melanggar aksioma alam, pergunakanlah dan kendalikan arusnya….”


MAAF DUA BAGIAN BERIKUTNYA BELUM SEMPAT DIBUAT RESENSINYA......
readmore »»ǴǴ

Resensi Risalah Pergerakan IM 1-2

Kondisi mesir VS kondisi sekarang (terkhusus Indonesia).Menjelaskan tentang kondisi mesir pada saat itu dan kondisi dunia (hal 273.Secara detil kondisi mesir dijelaskan pada RP 2 hal 93.Menjelaskan tentang kondisi dunia dan Indonesia saat ini. Lalu Bandingkan keduanya.

Kondisi keterpurukan umat pada berbagai aspek pada berbagai aspek (Dakwatuna: Sebuah gejala hal 51).

Tema umum buku ini adalah “kebangkitan dan perjalanan sebuah gerakan menuju realisasi cita-citanya: “kepemimpinan umat – usta`ziatul alam”.

Buku ini terbagi dalam dua jilid, yg bisa kita bagi dalam dua tema besar:
a. Tema Islam dan Tema Kepemimpinan
b. Islam sebagai orientasi dan kepemimpinan sbg sarana realisasi cita-cita


Tema Dakwah – Dalam bingkai jamaah-
Ust Hasan Al Banna menjelaskan ttg dakwah yg dipahami oleh “Ikhwan”
“kami ingin berterus terang kepada semua orang tentang tujuan kami, memaparkan
kepada mereka metode kami dan membimbing mereka menuju jalan kami” (hal.29)

"Tujuan Kami” –
“bersih dari ambisi pribadi, bersih dari kepentingan dunia dan bersih dari hawa nafsu” (hal 29 – kesucian)
“andaikan yg kami lakukan ini ad sebuah keutamaan, maka kami sama sekali tidak menganggap itu keutamaan” (hal,30)

“ Metode Kami” – “tentang modal dasar pencapaian tujuan, maka ada tiga hal: manhaj, pendukung dan pemimpin yg kuat” (hal 54)

“ Jalan Kami” – “kami mengajak manusia kepada satu ideology….” (hal 34. – kejelasan). Ust Hasan Al Banna juga menjelaskan bagaimana sikap ikhwan terhadap berbagai seruan
a. “Haruslah dilihat dari prespektif dakwah kami, apa yg sesuai dengan kami pasti kami setujui pula” (hal 37) – nasionalisme dst
b.“ada golongan manusia yg meyakini apa yg kami yakini…ada juga golongan manusia yg terikat dg kami bukan karena ikatan akidah” (hal 45) – perbedaan aqidah
c.“perbedaan dalam masalah cabang merupakan suatu yg niscaya” (hal. 47) – perbedaan mahzab

Masih – Tema Dakwah Dalam Bingkai Jamaah
Dalam banyak kesempatan anda telah menjelaskan…ternyata para pendengar jauh dari memahami penjelasan anda”

“ Kepada apa kami menyeru manusia?”. Ust Hasan Albana menjelaskan timbangan yang akan dipakai oleh setiap org untuk mengukur kebenaran penjelasan-penjelasannya. “karena tolak ukur yang digunakan oleh masing-masing kita dalam mempersepsi apa yang ia dengar dan apa yang ia katakan saling berbeda…”tolak ukur itu adalah kitabullah” (hal 58).

Ust Hasan Albana menjelaskan Kesenjangan antara orientasi hidup manusia (Muslim) dari orientasi hidup yang seharusnya
“…hai orang-orang yang beriman rukuklah, sujudlah, sembahlah Tuhanmu…..supaya Rasul menjadi saksi atas dirimu, dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia….” (hal. 59).
“ ….jadi kekuasaan itu adalah hak kita, bukan barat atau siapapun…” (hal. 68)

Ust Hasan Albana menjelaskan tentang pentingnya kepemimpinan dengan mengatakan:
“ kekuatan adalah jalan yang paling aman untuk memunculkan kebenaran” ( hal. 69)

Ust Hasan Albana menjelaskan juga tentang referensi yang akan dijadikan sebagai dasar pijakan menuju tujuan tersebut: “bagi umat yang ingin bangkit, untuk menempuh jalan yang paling lurus sekaligus pintas yaitu jalan islam” (hal.77).

Ust Hasan Albana menjelaskan tentang tahapan yang akan ditempuh suatu umat menuju kebangkitannya: (hal. 86 -89): a. Kelemahan;b. Kepemimpinan;c. Pertarungan;d. Iman; e. Kemenangan

Tema Kepemimpinan
Ust. Hasan Albana memandang bahwa proses peralihan suatu umat dan realisasi semua tujuan yang disebutkan di atas sangat ditentukan oleh “kepemimpinan”
“ masa yang paling rawan dalam kehidupan umat adalah ketika berlangsungnya masa peralihan” (hal. 92).

Ust. Hasan Albana kemudian menjelaskan dua langkah yang harus ditempuh untuk itu:
a. Membebaskan umat dari belenggu penindasan
b. Merekonstruksi umat agar dapat bersaing dengan bangsa lain

Ust Hasan Albana juga menjelaskan ttg dua jalan yag bisa dilalui : a. Jalan Barat atau b. Jalan Islam

Pemuda

Ust. Hasan Albana memandang bahwa pemuda, adalah salah satu pioner kebangkitan umat,:
“sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan” (hal.128)
“hendaklah kalian mengetahui eksistensi kalian, megetahui posisi kalian, dan bahwa kalian adalah pewaris kekuasaan dunia” (hal.131.

Ust. Hasan Albana memahami betul kedudukan pemuda, sampai-sampai ia menjelaskan secara detil, langkah-langkah yang akan di tempuh oleh gerakan untuk merealisasikan cita-citanya. (hal. 132) dan juga tentang karakter dakwah “karakter pola pikir kami” (hal. 154). Dalam risalah ini pun beliau mengungkapkan kekhawatirannya akan rusaknya generasi ini
“ kalian tidak boleh merasa resah dan jangan merasa lemah (hal. 134.

Sementara untuk menitipkan harapan kepada generasi tua sangat sulit:
“ Lihatlah masjid masjid-masjid itu yg megah dan indah, dia dipenuhi oleh orang-orang yang lemah dan renta…lalu berbagai penampilan yang menipu….apakah hanya sebatas itu hakekat islam yang diinginkan Allah” (hal. 142).

Dakwah Kami di Zaman Baru
Risalah ini ditulis oleh ust hasan Albana pasca perang dunia II, dengan tujuan untuk menjelaskan dakwah ikhwan kepada setiap orang yang masih kebingungan dan masih mencari satu sistem baru untuk hidup mereka, juga urgensi keberadaan organisasi ini

Risalah ini menjelaskan ttg karakter dasar al ikhwan al muslimin dan sikap-sikap ikhwan atas isme lain atas dasar karakter ini.
“ karakter dakwah kami adalah rabbaniyah alamiah” (hal.160)
“ kami sama sekali tidak meyakini prinsip rasialisme dan fanatisme kesukuan…” (hal161)

Ust. Hasan Al Banna juga menjelaskan kedudukan ikhwan diantara kelompok-kelompok islam lainnya:
“ikhwan merupakan salah satu organisasis di antara organisasi-organisasi yang ada” (hal.181)

Antara Kemarin dan Hari Ini
Adalah gambaran tentang kapasitas ust Hasan Al Banna membaca sejarah perjalan umat islam dari awal kali dideklarasikan oleh Rasulullah SAW sampai zaman dimana Hasan Al Banna hidup. Lalu beliau mengatakan “DARI SINI KITA MEMULAI”

Muktamar V
Ust. Hasan Albana menjelaskan karakter fikroh dakwah ikhwan di hadapan para kader-kadernya dengan mengatakan:
“anda akan bisa mengatakan tanpa ragu bahwa ikhwanul muslimin adalah:” (Hal. 227 – 229)

Risalah Jihad
Ust Hasan Al Bana menjelaskan tentang kewajiban serta tujuan jihad berdasarkan penjelasan Al Quran dan Sunnah dengan mengatakan:“ umat islam kini dalam keadaan terhina dihadapan kaum lain dan menjadi objek hukum mereka,…maka wajiblah setiap muslim untuk mempersiapkan diri dan mengokohkan niat mereka untuk menghadapi jihad sampai datangnya kesempatan itu…” (hal 37)

Ust. Hasan Al Bana menjelaskan tentang tujuan perang dalam islam
“ ….bukan sebagai alat pemusnah orang kafir atau sarana bagi kepentingan pribadi tetapi sebagai pelindung bagi dakwah dan jaminan bagi perdamaian….” (hal 39)

Mar`ah Muslimah

Nilai-nilai umum (hal 47-48):
a. Islam mengangkat harkat dan martabat wanita dan menjadikannya sabgai partner laki-laki dalam hak dan kewajiban
b. Membedakan laki-laki dan wanita dalam hak, adalah hal yang sudah pasti ada, krn penciptaan dan karena peran
c. Antara laki-laki dan wanita tedaapt fitrah ketertarikan yg kuat

Pandangan islam terhadap wanita dalam masyarakat:
a. Mendapatkan pendidikan
“ ajarilah wanita dengan melihat tugas dan peran yang telah dititahkan Allah kepadanya” (hal 51)
b. Membedakan laki-laki dan perempuan
readmore »»ǴǴ

Minggu, 05 Juni 2011

Kepemimpinan, Jalan Menuju Masyarakat Madani

Refleksi Singkat 13 Tahun Reformasi

Kejatuhan Soeharto pada tahun 1998, setelah ia berkuasa sekitar 32 tahun, merupakan satu babak baru dalam kehidupan Indonesia sebagai sebuah bangsa setelah melalui tahapan kehidupan politiknya dalam dua orde sebelumnya. Soeharto, dengan narasi pembangunan yang dibawanya telah membawa bangsa Indonesia memasuki era kesejahteraan tetapi tidak memberikan kebebasan bagi masyarakat untuk berekspresi, berpendapat, apalagi untuk mengambil sikap yang bertentangan dengan sikap pemerintah yang berkuasa

Reformasi telah melalui perjalanan yang cukup lama, sekitar 13 tahun. Tetapi harapan akan hadirnya kehidupan yang lebih baik di orde ini, masih belum lagi dapat dinikmati. Fajar kehidupan yang lebih baik belum lagi terbit. Sementara masyarakat telah sering dikecewakan oleh tak kunjung hadirnya perubahan, yang kita harapkan dapat diinsiparikan oleh mereka-mereka yang menduduki singgasana kepemimpinan di negeri ini.

Kepempinan nasional belum mampu mengantar bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Hal ini ditandai dengan jatuh bangunnya kepemimpinan bangsa, sejak masa peralihan kepemimpinan dari Orde Baru kepada Orde Reformasi pada kepemimpinan Habibie, Abdurrahman Wahid, lalu Megawati. Dan kini, Susilo Bambang Yudhoyono.


Angka utang luar negeri Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Belum lagi jumlah penduduk miskin yang masih cukup besar. Permasalahan penegakkan hukum yang masih belum menggembirakan terutama beberapa kasus korupsi besar, seperti kasus Gayus Tambunan, Susnoduadji, dan kasus Bank Century. Masalah-masalah ekonomi yang telah begitu kompleks dan membutuhkan solusi penyelesaian dengan segera antaralain masalah ketenagakerjaan dan pengangguran, kemiskinan, kesenjangan kehidupan ekonomi antara desa dan kota, serta kesenjangan antara daerah kepulauan

Dalam situasi seperti ini, dalam kondisi kekecewaan masyarakat yang terus berulang, kerinduan masyarakat akan hadirnya sosok kepemimpinan baru yang lebih baik, menjadi sangat kuat. Generasi tua yang saat ini menjadi aktor panggung politik sudah memasuki usia senja. Mereka sudah tak kuat lagi menghadapi zaman. Dan ini berarti peluang generasi baru, mengisi kekosongan harapan bagi kepemimpinan nasional menjadi sangat besar.

Salah satu faktor penentu keberhasilan dari suatu bangsa untuk keluar dari masa transisi adalah faktor kepemimpinan itu sendiri. Karena pemimpinlah yang akan mengarahkan masyarakatnya untuk dapat mencapai cita-cita kebangkitannya. Pemimpinlah yang menjadi teladan, sekaligus pengayom dan pemberi motivasi bagi masyarakatnya untuk bangkit. Dan inilah masalah utama yang belum bisa terjawab sampai saat ini. Kepemimpinan.

Musim Gugur Kepemimpinan

Masa transisi demokrasi yang diharapkan dapat terwujud lebih jauh menuju ke masa konsolidasi demokrasi, dimana lembaga-lembaga dan tata pemerintahan diharapkan sudah dapat diorganisasikan dan mulai bekerja serta berinteraksi menuntut aturan-aturan main yang baru pula, ternyata masih belum menampakkan hasil yang maksimal.

Kondisi ini diperparah dengan mencairnya gerakan-gerakan kemahasiswaan dan kembali kembali kepada urusan kampus mereka sendiri-sendiri. Sehingga hampir tidak ada lagi aksi-aksi mahasiswa yang mampu mengkonsolidasi banyak kalangan untuk mendorong terjadi perubahan sebagaimana yang tertuang dalam amanat reformasi.

Figur pemimpin yang tampil pada masa transisi ini telah memunculkan kekecewaan baru, karena harapan akan perubahan tidak kunjung diwujudkan. Para pemimpin asyik sendiri dengan pemuasan kepentingan pribadi, keluarga dan kelompoknya.

Mungkin tidaklah terlalu arogan untuk menyatakan bahwa, hari esok adalah musim gugur kepemimpinan, karena hampir tidak ada lagi pemimpin tua yang tertarik untuk terjun ke medan pertempuran, karena selain usia mereka sudah senja, fisik mereka juga sudah tak sanggup lagi menanggung beban kepemimpinan yang berat di negeri ini.

Musim gugur kepemimpinan Indonesia tahun 2014, membuat sebagian politisi kebingungan mencari figur baru untuk bisa mereka "jual" bagi kemenangan pemilu. Perhatikan sikap-sikap mereka pada media. Dan negeri ini telah memasuki salah satu fase dimana penduduknya dihuni oleh mayoritas penduduk di kelompok usia muda. Dan ini artinya celah sejarah telah terbuka bagi tampilnya generasi baru kepemimpinan baru untuk segera merebut momentum tersebut.

KAMMI dan Peluang Kepemimpinan

Merenungkan kembali sejarah kepemimpinan nasional sejak bangsa ini memperoleh kemerdekaannya, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan yang pernah tampil di panggung politik negeri ini selalu berakhir dengan tragis, tanpa ada hasil karya yang bisa dibanggakan.

Hanya saja, sejarah dalam cara pandang generasi baru bukanlah sesuatu yag harus terus dicaci atau dikutuki. Karena sikap seperti ini hanya akan mendatangkan sakit hati dan trauma terhadap masa silam. Sejarah seharusnya dipandang seperti ini, bahwa sejarah adalah tempat belajar tentang nilai apa yang bisa kita ambil untuk kehidupan hari ini, meninggalkan dan melupakan hal yang buruk dari sejarah masa lalu, dan mengambil hal-hal baik untuk merancang masa depan.

Dalam kondisi berulangkalinya kekecewaan masyarakat terhadap kepemimpinan nasional saat ini, KAMMI seharusnya mampu menjawab tantangan ini, untuk segera “merebut” kepemimpinan nasional, sekaligus untuk menjawab dan mengejewantahkan visi KAMMI sebagai penyedia stok kepemimpinan yang permanen. “KAMMI adalah wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpn masa depan dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia.” Maka salah satu ukuran keberhasilan KAMMI sebagai sebuah organisasi adalah terbentuknya stok kepemimpinan baru bagi bangsa ini.


Dari sini kita memulai

KAMMI sebagai salah satu elemen gerakan mahasiswa yang harus “bertanggung jawab” atas bergulirnya reformasi harus segera mendorong dirinya sebagai sebuah lembaga dan mendorong kader-kadernya untuk menghadirkan sosok kepemimpinan baru, bukan lagi kepimpinan alternatif, tetapi menjadi jaminan kepemimpinan baru yang lebih baik, yang menjadi tempat di mana bangsa ini bisa menitipkan harapan akan kehidupan yang lebih baik, harapan akan perbaikan. ditengah kondisi perpolitikan bangsa dan kekuasaan yang hanya diisi oleh orang-orang lama, orang-orang tua, yang sepertinya untuk menitipkan harapan perbaikan bagi negeri ini kepada mereka sudah sangat sulit.

Untuk itulah, salah satu tugas besar KAMMI saat ini adalah membentuk stok “gerombolan pemimpin” dengan sifat-sifat kepemimpinan yang harus dipupuk sejak saat ini, dan dapat menjadi acuan bagi para kader untuk mendidik dan mendesain dirinya. Adapun sifat-sifat kepemimpinan ideal yang kita inginkan ada pada kader-kader KAMMI adalah:

Karakter Visioner.

Visi suatu organisasi atau visi hidup seseorang seperti mercusuar yang menyorotkan lampu untuk menunjuk arah kemana suatu kapal akan menuju. Seperti itu jugalah visi yang terkandung pada diri seorang pemimpin, visi yang jelas akan menjadi sumber motivasi yang besar baginya untuk mendesain dan menentukan langkah-langkah yang tepat menuju tujuan tersebut.

Indonesia yang dicita-citakan oleh KAMMI telah digariskan sebagaimana yang tertuang dalam visi KAMMI yang menyebutkan bahwa KAMMI adalah wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin masa depan dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia.

Masyarakat madani dalam pandangan KAMMI merupakan suatu masyarakat yang jauh dari semangat otoriteranisme, dipenuhi dengan nilai-nilai keadilan, persamaan, kebebasan, dan kemerdekaan.

Dalam konteks cita-cita menegakkan masyarakat madani, KAMMI, menyadari dengan sangat kuat bahwa peran pemimpin sangat signifikan dalam setiap proses perubahan. Hal ini secara jelas juga tertuang dalam prinsip perjuangan KAMMI yang menyebutkan bahwa kepemimpinan umat adalah strategi perjuangan KAMMI.

Visi ini harus terintegrasi secara kuat dalam diri seorang kader. Sehinggga kader menjadi gambaran dari visi itu sendiri. Cita-cita tentang masyarakat madani di Indonesia adalah satu cita-cita yang sangat besar.

Kejelasan visi seorang pemimpin akan mampu mengarahkan seluruh potensi bangsa yang sedang kebingungan mencari arah. Visi yang jelas akan mampu membuat bagsa ini lebih mampu menentukan sikapnya tentang hal yang akan dikontribusikan bagi pencapaian visi tersebut.

Dalam konteks keindonesiaan, sosok kepemimpinan tersebut harus memiliki kapasitas intelektual memadai dan menguasai kondisi makro nasional dari berbagai aspeknya, sehingga dapat menyelesaikan agenda perubahan yang dicita-citakan. Pengetahuan yang kuat akan kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya bangsa sangat penting, agar sikap-sikap dan langkah-langkah yang diambil dalam menegakkan cita-cita yang diinginkan dapat sesuai serta tidak bertentangan dengan realitas masyarakat indonesia. Agar peran dan sikap-sikap kepemimpinan yang dijalankan di masa depan tidak menyebabkan luka bagi masyarakat.

Sifat ini telah tersirat dalam karakter muslim negarawan point pertama dan kedua yaitu Memiliki Basis Ideologi Islam yang Mengakar dan Memiliki Basis Pengetahuan dan Pemikiran yang Mapan.

Karakter Pelayan.

Kepimimpinan pada dasarnya adalah investasi jangka panjang. Kepemimpinan terhadap masyarakat tidak serta merta hadir begitu saja, Karena ia selama dibangun dari kontribusi-kontribusi kebaikan di masa lalu. Sifat ini, menunjukan karakter kader sebagai pekerja yang tekun dan taat pada proses perencanaan yang sudah dicita-citakan oleh KAMMI, menguasai detil masalah-masalah inti kebangsaan dan mampu melibatkan semua elemen yang kompeten sebagai tim kerja yang solid.

Begitulah sejarah kepemimpinan yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Aspek trust, kepercayaan, dengan gelar Al Amin yang diperolehnya di usia muda menjadi modal sosial yang sangat berharga bagi peran-peran kenabian yang beliau lakukan. Karena masa transisi adalah masa yang sangat rawan bagi terjadinya perpecahan sehingga karakter ini sangat dibutuhkan untuk dapat menciptakan solidaritas yang kuat antara berbagai elemen bangsa untuk bersama-sama bekerja mendesain Indonesia yang lebih baik.

Cara pandang yang terbaik dalam memandang bangsa ini adalah bahwa negeri ini adalah satu kesatuan yang utuh, yang tidak dapat dipisahkan oleh keragaman kehidupan masyarakatnya. Keragaman bukanlah hal yang harus menyebabkan perpecahan, tetapi keragaman adalah potensi yang bisa didayagunakan untuk kemanfaatan bagi bangsa secara keseluruhan. Bangsa ini, dengan masyarakatnya haruslah dapat dijadikan sebagai objek sekaligus sebagai subjek pembangunan, dengan partisipasi total seluruh masyarakatnya.

Sifat ini telah tersirat dalam karakter muslim negarawan point ketiga dan keempat, idealis dan konsisten berkotribusi pada pemecahan permasalahan umat dan bangsa.

Karakter Pembina,

Karakter ini akan terbangun dari integritas kepribadian yang kuat dari seorang pemimpin. Integritas kepribadian yang kuat, tonggak pemikiran yang kokoh akan menjadi modal utama untuk membangun kepercayaan masyarakat, dan menjadi rujukan semua pihak dalam perencanaan masalah bangsa, yang setia dengan nilai-nilai dasar bangsa dan menjadi teladan bagi kehidupan bermasyarakat secara komprehensif.

Salah satu masalah besar bangsa ini adalah ketiadaan keteladanan para pemimpinannya. Nilai-nilai moralitas yang kuat sudah tidak kita temukan. Kredibilitas moral akan menjadi salah satu kunci pengaruh seorang kader terhadap masyarakat. Dan sifat ini telah tersirat dalam karakter muslim negarawan point kelima, menjadi perekat komponen bangsa sebagai upaya perbaikan.

Izinkan Kami Menata Ulang Indonesia

Untuk meralisasikan cita-cita perubahan yan diinginkan tentu tidak bisa hanya melalui perubahan pada puncak kekuasaan di Indonesia. Tetapi perlu ada gerombolan kepemimpinan baru yang diciptakan, agar dapat mengisi “kekosongan” kepemimpinan yang terjadi pada berbagai sektor kehidupan bangsa ini saat ini.

Sejumlah besar stok kepemimpinan baru harus dapat segera disiapkan. Dimana stok kepemimpinan ini nantinya akan menjadi penerus ide perubahan yang telah dicita-citakan oleh KAMMI, melalui mobilitas kader, penyebaran kader ke berbagai pusat kekuatan dan kekuasaan dalam rangka mempengaruhi, merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan publik agar sesuai dengan nilai-nilai islam.

Karakter Muslim Negarawan harus terinternalisasi secara kuat pada diri kader-kadernya, setelah itu, tersedialah stok kepemimpinan bangsa dalam jumlah yang besar untuk kemudian melakukan perubahan pada berbagai sektor kehidupan bangsa melalui gerakan mobilitas pada berbagai sektor tersebut. Gerakan perubahan yang ingin kita lakukan harus melalui dua bentuk. Yaitu gerakan kultural dan gerakan struktural.
Gerakan kultural (mobilitas horizontal) dilakukan melalui penyebaran kader ke berbagai kalangan dan lapisan masyarakat, agar masyarakat dapat mentransformasi diri mereka sendiri menjadi lebih baik.

Mobilitas horizontal ini lebih bersifat bottom up dimana kader akan bergerak bersama-sama masyarakat untuk berpartisipasi dalam melakukan perbaikan dalam berbagai bidang kehidupan bangsa, baik itu ekonomi, sosial, budaya, lingkungan hidup, kependudukan, kewanitaan, kemiskinan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dibutuhkan jumlah kader yang besar dan juga tentu memiliki kualitas yang terbaik, agar gelombang perubahan bottom up yang hendak dilakukan menjadi lebih besar.

Penyebaran kader-kader KAMMI ke berbagai kalangan dan lapisan bangsa ini adalah untuk menggerakkan peran serta masyarakat dalam mentransformasi diri mereka sendiri. Karena kaidah dasar perubahan sesungguhnya selalu bermula dari diri mereka sendiri. Bukan dari luar diri, atau lingkungan eksternal seseorang. “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sampai mereka merubah diri mereka sendiri.”

Gerakan perubahan horizontal ini, juga memungkinkan kader-kader KAMMI berinteraksi dan mentransformasi ide-ide perubahan yang diinginkannya, sehingga kelak akan terbentuk satu barisan pendukung dalam jumlah besar terhadap cita-cita perubahan yang ingin dilakukan. Dan keberhasilan menciptakan pendukung dalam jumlah besar akan mampu memberikan kontribusi bagi mudahnya kader-kader KAMMI melakukan mobilitas vertical.

Mobilitas struktural (mobilitas vertikal) dilakukan dengan mendorong kader-kader untuk terlibat secara intensif ke lembaga pemerintah (sektor publik), sektor swasta dan organisasi kemasyarakatan (LSM/third sector).

Keterlibatan kader-kader KAMMI dalam tiga sektor ini bertujuan untuk berkontribusi dalam membangun sistem, membuat kebijakan publi, regulasi dan perundangan secara struktural, top down, untuk digunakan sebagai pedoman dalam rangka transformasi masyarakat. Gerakan struktural ini juga berperan dalam rangka implementasi dan pengawasan pembangunan bangsa.

Di era keterbukaan ini faktor yang paling menentukan kesuksesan dalam merebutkan pengaruh dan kepemimpinan adalah yaitu faktor kualitas dan faktor peluang. Faktor kualitas kader berkaitan dengan kredibiltas personal sedangkan peluang mobilitas vertikal sangat ditentukan oleh kondisi internal dan eksternal organisasi.

Dengan kondisi ini, maka kewajiban untuk penataan kader menjadi sangat dibutuhkan. Karena banyaknya sektor kehidupan di bangsa ini begitu luas, maka perlu diciptakan “gerombolan pemimpin” dalam jumlah yang besar.

Oleh sebab itulah, untuk semakin memperbesar peluang mobilitas kader, maka transparansi kelembagaan harus terus menerus didorong dan dengan cara inilah Peluang mobilitas kader-kader KAMMI ke berbagai lembaga dan sektor kehidupan bangsa masyarakat akan menjadi sangat besar (mobilitas vertikal). Karena masyarakat akan memiliki kecenderungan positif untuk menentukan pilihan-pilihan mereka secara nasional.

Dan Keberanian kader untuk mencoba masuk ke wilayah-wilayah heterogen akan menjadi salah satu faktor keberhasilan dan peningkatan kapasitasnya. Karena kader akan langsung berhadapan dengan lapangan/medan amal yang sesungguhnya. Selain tentu saja, secara internal kelembagaan, KAMMI juga harus melakukan penataan kader ini.
Hal ini akan memberikan keuntungan secara tidak langsung bagi organisasi dan juga bagi kader.

Karena cita-cita besar KAMMI untuk melakukan perubahan pada bangsa adalah melalui kepemimpinan, dan kepemimpinan pada dasarnya adalah investasi dalam jangka waktu yang panjang, maka jika sejak awal kader telah dilatih dan dididik hidup di dunia heterogen dengan kredibilitas moral dan profesionalisme yang baik yang mereka miliki tentu saja akan menjadi investasi yang baik untuk merebut kepemimpinan masa depan. Atau mungkin jika penyiapan ini telah ada dan tertata baik, masyarakat akan segera memberikan tugas kepemimpinan itu kepada kader-kader KAMMI dengan ikhlas, karena mereka tidak punya solusi lain untuk perbaikan. Kecuali, memberikan dan menitipkan harapan itu kepada kader-kader KAMMI. Wallahualam
readmore »»ǴǴ

Senin, 23 Mei 2011

Lintasan Pikiran

Mereka berhak mendapatkan keabadian dalam ingatan hati mati manusia, krn kebajikan yg telah mereka ukir di sana, di atas lembar hati manusia. Maka kematian bagi mereka, adalah tempat istrahat dan menikmati balasan kebajikan abadi atas kebajikan yg telah mereka berikan tanpa henti selama hidup.

Keberanian ini adalah sejenis keberanian yang pernah dimiliki oleh Umar bin Khatab. Ketika hendak hijrah, beliau mengatakan: “ Saya akan melakukan hijrah, dan saya akan melalui jalan ini, siapa yang mau menjandakan istrinya, meyatimkan anaknya, maka silahkan tunggu saya di sana.”

Jujurlah, maka kamu akan dicintai manusia....

Kita tentu berduka dengan kepergian mereka. Kepergian generasi perintis. Tapi mereka telah berkarya besar, peletak dasar kesuksesan yang telah dicapai saat ini. Amal mereka takkan pernah berhenti dituai. Selamat Jalan.......

Hal yang harus segera berubah dalam hidup kita seiring pertambahan usia adalah TERUS MENJADI LEBIH BAIK. Krn setiap hari pengetahuan kita tentang hidup terus bertambah dan itu berarti sikap kita juga harus berubah

Sepertinya waktu benar-benar menjadi alat uji komitmen. Jika kita telah memikul beban sekian lama, maka kita akan tahu bahwa godaan ut melepaskan beban itu mgkn semakin besar. Maka yang harus kita lakukan ad menambah pengetahuan ttg hidup, lalu memelihara kedekatan dengan-Nya, kemudian memperkuat harapan akan syurga dan wajah-Nya


Dedaunan yang berjatuhan di taman, seperti itulah kehidupan. Ada daun yang gugur, tapi ada tunas yang terus tumbuh. Maka begitulah sunatullah kehidupan

Air. Ia lembut dan lentur. Tapi anda juga takkan menduga jika pada suatu waktu amukkannya bisa memporakkan bangunan teguh.

Jika anda punya cita-cita besar, segera ubah cita-cita itu menjadi kapasitas diri anda melalui proses belajar yang tak pernah henti

Ajarannya sudah ada, Lengkap (Q.S Al Maidah: 3). Ruang implementasinya juga telah ada, Bumi keseluruhannya (tanpa kecuali) (Q.S Al Anbiya : 107). Ia hanya butuh eksekutornya ut membumikan risalah langit itu. Itulah Manusia (Q.S. Al Baqarah: 30). Manusia yang sempurna dalam takaran Allah SWT (Q.S Al Ashr).

Mari. Mari kita rehat sejenak dari rutinitas. Rutinitas yang telah mengikis banyak sekali energi jiwa kita. Sesekali, marilah kita membuka lembar-lembar sejarah yang telah kita tulis-tulis. Mungkin disana, dicoret-coret tak beraturan itu, kita bisa menemukan mutiara. Ya. Rangkaian Mutiara perjalanan hidup

Jika anda takut sesuatu, maka ut menghilangkan ketakutan itu, segera lakukan. Misalnya, jika anda takut naik gunung, maka segera naik gunung.

Mereka memilih menjadi pemenang kehidupan setelah menang terhadap dirinya sendiri. Krn ia tahu bahwa sejak lahir ia telah menjadi pemenang. Maka kesuksesannya itu harus terus berlanjut hingga ke negeri keabadian (akhirat)

waktu dan kesabaran. panjangnya waktu yg dibutuhkan untuk menempuh perjalanan adalah gambaran ttg kadar kesabaran yang kita butuh untuk itu atau bahkan lebih

Karena setiap hari pengetahuan kita bertambah, maka setiap hari juga pengetahuan itu membuat sikap hidup kita berubah (seharusnya menjadi lebih baik)

Jika ada kerinduan yang sangat pada diri seorang muslim terhadap dunia, maka seharusnya kerinduan itu adalah kerinduan akan "keinginannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi sebanyak-banyaknya manusia".

Entahlah arah sejarah akan seperti apa (dalam takdir-Nya), kita hanya perlu menerawangnya sesuai yang kita impikan dengan kerja-kerja yang maksimal dan doa yang tak henti

Suatu waktu, aku ingin mengajakmu jalan-jalan, untuk melihat-lihat taman-taman yang telah ditanami oleh generasi pendahulu. Setelah itu aku ajak engkau untuk merawatnya........

Jika yakin bahwa engkau bekerja untuk-Nya, lalu apa lagi yang engkau takutkan untuk masa depanmu. Mustahil, Dia yang Maha Perkasa menyia-nyiakan hamba-Nya yang ikhlas bekerja untuk-Nya

Di pagi ini....mari kita bertekad, untuk menjadi peserta paling sadar di alam semesta. Setelah itu berupaya sekuatnya untuk menjadi manusia yang efektif

Gurat-gurat wajahnya memahamkan kita satu hal. Bahwa laki-laki itu begitu tenang dalam menjalani kehidupannya. krn ia memiliki sumber harapan yang tak terbatas.

Gurat-gurat wajahnya memahamkan kita satu hal. Bahwa laki-laki itu begitu tenang dalam menjalani kehidupannya. krn ia memiliki sumber harapan yang tak terbatas.

Hari-hari ini adalah hari-hari yang penuh ujian. dari eksternal mencoba menghantam untuk memecah barisan. di internal banyak cobaan yang menimpa teman-teman tercinta. Semoga ujian ini bisa kita lalui dan semoga Allah senantiasa memberikan kita karunia kekuatan. BERSABARLAH
readmore »»ǴǴ

Minggu, 22 Mei 2011

Asy Syajaah

Kamis, 10 Februari 2011

Kita pernah mendengar satu penjelasan dari salah satu hadist Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa kita, kaum muslimin, pada suatu ketika akan hidup seperti makanan yang diperebutkan oleh banyak orang atau umat-umat yang lainnya. Dan ketika seorang sahabat bertanya, mengapa hal itu terjadi, Rasulullah menjawab: “karena kaum muslimin menderita suatu penyakit yang disebut wahn”. Meskipun, jumlah kaum muslimin sangat banyak.

Alasan inilah yang kemudian menjelaskan satu realitas yang sedang kita hadapi saat ini. Yaitu ketiadaan kewibawaan kaum muslimin dihadapan umat-umat yang lain. Ketiadaan mentalitas keberanian, Asy Syajaah, selain berefek pada tak dipandangnya umat muslimin secara eksternal, penyakit ini justru tidak sedikit kita temukan berkembang dikalangan internal kaum muslimin sehingga keberanian untuk memikul beban yang lebih banyak sangat jarang kita temukan.

Kita belum akan berbicara pada keberanian secara eksternal, tapi di sini kita hanya akan berbicara tentang keberanian secara internal yang mendorong seseorang untuk mengambil peran-peran keislaman seiring dengan usia perjalanannya di muka bumi.

Tugas meneruskan risalah ini, jika kita bisa menganalogikannya, maka perjalanan hidup ini bukanlah seperti kerja sebuah bus, yang sepanjang perjalanannya ada saja muatannya yang naik dan ada juga turun. Tetapi sifat pekerjaan meneruskan risalah ini adalah sebuah kendaraan yang penumpangnnya tidak pernah turun, yang ada hanyalah terus menerus bertambah bebannya seiring dengan pertambahan usia perjalanannya.

Iman, tentu saja tidak akan bernilai jika tidak mendorong pemiliknya untuk merealisasikannya menjadi amal yang nyata di tengah realitas kehidupan. Kita yang dididik dalam keislaman sekian lama, untuk membangun kembali karakter keislaman kita, tentu saja dalam doktrin-doktrin keislman itu, kita yang menyebutkan bahwa nahnu qaum amaliyyun, kalian adalah kaum yang beramal. Bukan para propagandis kebaikan. Tapi kita adalah pekerja amal.

Sebagian aktivis, sekali lagi mengalami kendala ini. Ketiadaan sifat Asy Syajaah dalam jiwanya. Sehingga hal inilah yang menjadi alasan yang menjelaskan bahwa sebagian muslim tidak berani mengambil alih tugas-tugas keislaman secara berani. Entah, sebesar apapun risiko yang kemudian akan hadapi karena tugas itu. Adanya ketakutan bahwa suatu saat ia akan disalahkan karena ketidaksanggupannya menyelesaikan target-target tugas yang diberikan kepadanya.

Rasulullah SAW punya cara sendiri untuk membangkitkan dan mendorong karakter ini keluar dari kedalaman jiwa para sahabat-sahabatnya. Pada suatu malam, menjelang hari peperangan Rasulullah SAW mengangkat pedang dihadapan para sahabat dan kemudian berkata: “ Siapa yang mau mengambil pedang ini, maka Allah SWT akan mencintainya”. Maka tak satupun sahabat yang tidak mengangkat tangannya. Sampai kemudian Rasulullah SAW mengatakan: “tapi yang mengambil pedang ini harus mampu menunaikan tugasnya”. Yaitu memenangkan peperangan. Inilah cara Rasulullah SAW, memupuk, memelihara, bibit keberanian di hati sahabat-sahabatnya.

Keberanian ini adalah sejenis keberanian yang pernah dimiliki oleh Umar bin Khatab. Ketika hendak hijrah, beliau mengatakan: “ Saya akan melakukan hijrah, dan saya akan melalui jalan ini, siapa yang mau menjandakan istrinya, meyatimkan anaknya, maka silahkan tunggu saya di sana.” Atau jenis keberanian spektakuler yang pernah diperlihatkan oleh Khalid bin Walid pada wajah sejarah yang ketika hendak memasuki suatu wilayah, maka raja-raja di daerah tersebut tidak lagi melakukan perlawanan kecuali menyerah pasrah.

Sebagian orang memang memiliki sifat As Syajaah ini sebagai sifat bawaan memang mereka miliki sejak lahir. Boleh jadi memang kita tidak memilikinya sebagai bawaan sejak lahir, tetapi sifat ini bisa kita munculkan melalui latihan.

Inilah yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah SAW, yang pada suatu malam menjelang esok hari peperangan ia mengangkat pedangnya dan mengatakan “siapa yang mau mengambil pedang ini, maka ia akan dicintai Allah.” Artinya Rasulullah menstimulasi sifat keberanian untuk mengambil beban dengan risiko berat bagi para sahabatnya.

Keberanian yang tentu saja mengandung risiko ini, hanya akan dimiliki oleh mereka yang memiliki kekuatan iman tak goyah. Yang dengan keimanan yang kuat itulah ia meyakini adanya pertolongan Allah SWT. Apakah Anda memiliki sifat ini? Saya tidak tahu. Tapi saya kira kita bisa melatihnya agar sifat ini muncul sebagai karakter.
readmore »»ǴǴ

Selasa, 10 Mei 2011

Akumulasi Beban



Jum`at, 11 Maret 2011

Hakekat sebuah perjalanan adalah ujian. Hanya saja, pemahaman yang baik akan tabiat jalan yang ditempuh akan mampu memberikan seseorang kesadaran yang kuat tentang apa yang perlu dipersiapkannya agar perjalanannya dapat sampai ke tujuan.

Pengetahuan tentang tabiat jalan, juga akan memberikan kesadaran yang kuat bagi seseorang bahwa mungkin akan ada tikungan-tikungan perjalanan yang akan ia temui selama perjalanan menuju tujuan tersebut. Dimana tikungan-tikungan tersebut bisa saja membuatnya tersesat sehingga tidak dapat sampai ke tujuan yang telah ia tetapkan.

Jika kita mencoba merefleksi ulang perjalan kita dalam dakwah ini, maka kita akan menemukan bahwa ada korelasi positif antara lamanya perjalanan atau usia kita dalam dakwah dengan pertambahan beban yang kita pikul.

Jika kita mencoba merefleksi ulang, saat pertama kita disentuh oleh tarbiyah, maka beban kita hanya ada satu, yaitu kehadiran di halaqoh. Tetapi seiring pertambahan usia kita dalam tarbiyah, kita merasakan bahwa beban-beban yang kita pikul dalam dakwah ini semakin berat dan bertambah. Sekarang antum semuanya mendapatkan banyak sekali amanah dakwah, yang membuat antum semuanya hampir tidak punya waktu untuk mengurusi diri sendiri.

Peerlahan-lahan kita mulai merasakan kebenaran dari kalimat Ustad Hasan Al Banna bahwa: “kewajiban seorang muslim itu, jauh lebih banyak dibandingkan dengan waktu yang tersedia baginya”

Maka benarlah sebuah analogi yang menyebutkan bahwa “perjalanan dakwah itu, bukanlah seperti perjalanan sebuah bus, dimana ada saja penumpangnya yang turun dan ada juga penumpangnya yang naik. Tetapi hakekat dakwah ini, adalah seperti sebuah kendaran, apa saja namanya, tetapi kendaraan itu hanya memberikan satu pintu masuk bagi penumpang-penumpang baru untuk naik tetapi tidak memberikan jalan keluar, jalan turun bagi penumpang yang telah berada di atas bus”

Itulah pelajaran sejarah yang bisa kita temukan dalam kehidupan Rasulullah SAW. Karena beliau adalah teladan terbaik maka darinyalah kita juga bisa belajar tentang hakekat ini.

Di awal-awal dakwahnya, di Mekkah, beliau mungkin hanya punya beberapa beban, antaralain beban untuk menyeru manusia kepada risalah yang dibawanya, atau juga ancaman pembunuhan yang didapatkannya dari orang-orang Quraisy, atau juga ia hanya punya satu beban, seorang Istri. Khadijah r.a.

Tapi seiring pertambahan usianya didalam dakwah, di Madinnah, beban-beban itu semakin bertambah. Beliau, bukan hanya mendapatkan ancaman pembunuhan saja, tetapi beliau harus berhadap-hadapan secara langsung dengan para kafirun dan quraisy. Bukan hanya mengatakan “bersabar” tapi, kakek yang berusia 57 tahun itu kini harus mengenakan pakaian dari besi untuk melindungi tubuhnya dari ancaman libasan pedang yang datang dari musuh-musuhnya di medan perang.

Istri, ini juga bertambah. Jika di Mekkah ia hanya mengurusi Khadijah, kini, di Madinah, beliau harus mengurusi sembilan orang istri dalam rumahnya, bahkan dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa istrinya ada 13 orang.

Jadi jika pada suatu waktu kita menemukan riwayat bahwa salah satu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW adalah: “Ya Allah, jadikanlah amal-amal terbaikku adalah amal yang terakhir, dan jadikanlah umur terbaikku adalah di akhirnya, dan jadikanlah hari-hari terbaikku adalah hari ketika aku bertemu dengan-Mu.”

Maka ini adalah penjelasan tentang konsistensi, penjelasan tentang keteguhan dalam melakukan kebaikan dan menyeru manusia ke jalan dakwah.

Tentang hal ini Ustad Hasan Al Banna telah menyebutkan bahwa:
“Di dunia ini banyak orang yang memiliki akal tetapi hanya sedikit yang mempelajari Al Quran, dari yang sedikit mempelajari Al Quran hanya sedikit dari mereka yang mengamalkannya, dari sedikit yang mengamalkannya hanya sedikit yang mendakwahkannya, dari sedikit yang mendakwahkannya hanya sedikit yang bersabar dalam dakwah, dari sedikit yang bersabar itu hanya sedikit yang bertahan sampai ke ujungnya.”

Artinya, bahwa dakwah ini hakekatnya adalah seleksi. Dan karena perjalanan dakwah ini adalah perjalanan yang sangat panjang, maka kita menemukan bahwa banyak orang yang akhirnya berhenti, mundur dari dakwah.

Dan seiring pertambahan usia kita dalam dakwah, di sepanjang pertambahan usia itu, Allah SWT juga menyediakan banyak sekali peristiwa-peristiwa dakwah, untuk menguji kita, dalam banyak bentuknya, untuk membuat karakter asli dari setiap kita keluar satu persatu. Dan dalam ujian-ujian itu, ada yang akhirnya tak mampu bertahan sehingga memilih mundur dari perjalanan. Tetapi ada juga, yang menjadikan peristiwa-peristiwa itu sebagai alat untuk meningkatkan keteguhannya di jalan dakwah. Karena besarnya cadangan kesabaran di banker perasaan dan jiwanya.

Jika pada suatu waktu kita mendengarkan kalimat : “likulli marhalatin rijaluha, likulii marhalatin tabi`atuha”. Setiap zaman ada rijalnya, setiap zaman ada tantangan-tantangannya sendiri. Artinya, bahwa setiap zaman itu punya tabiatnya sendiri-sendiri dan orang yang dapat hidup di suatu zaman itu harus bisa menyesuaikan dirinya dengan kondisi zaman tersebut agar ia bisa bertahan.

Dakwah kita ini, sudah menempuh sekian dari tahapan-tahapan dakwah yang digariskannya menuju pencapaian cita-citanya. Dakwah ini telah melalui dua tahapannya, tandzimi dan sya`bi. Dan saat ini, generasi kita ini hidup di era muasassi. Tetapi, sebagaimana yang kita pahami, bahwa perubahan marahalah, bukanlah sebuah perpindahan, tetapi perluasan pekerjaan. Dan itu artinya, beban-beban yang kita akan pikul, beban-beban yang harus dipikul oleh kader dakwah pada dua marahalah sebelumnya harus tetap kita pikul, oleh kita, kader dakwah yang hidup di generasi ini, ditambah dengan beban-beban di marahalah ini.

Jika kita masih mengingat pelajaran kita di bangku sekolah, tentang adaptasi, bahwa makhluk-makhluk hidup yang dapat bertahan hidup pada suatu perubahan zaman adalah makhluk hidup yang harus dapat menyesuaiakan dirinya dengan karakter zaman baru.

Ini artinya perubahan marahalah dakwah ini, harus kita sikapi dengan mengkondisikan diri kita, mengkondisikan dan membentuk binaan-bianaan kita agar dapat hidup dan bertahan di zaman ini, di marahalah ini. Karena jika tidak, maka akan ada seleksi alam yang membuat kita tersisih dan mati.

Mungkin pada suatu waktu, kita akan menemukan bahwa dakwah ini membuat satu kebijakan yang tidak kita setujui, lalu kita ngambek dan tidak mau bekerja. Di tengah kesibukan, di tengah banyaknya tuntutan-tuntutan kebutuhan pribadi kita terkadang kita mulai memilih-memilih perkerjaan dakwah berdasarkan apa yang kita senangi dan yang tidak kita senangi.

Dakwah ini, bukan pekerjaan yang kita kerjakan karena suka atau tidak suka, tapi dakwah sudah menetapkan garisnya sendirinya. Jika sudah seperti ini, maka kita telah mencerabut dari hakekat dakwah ini bahwa jalan ini adalah jalan yang pahit. Yang tak dihiasi oleh bunga-bunga indah. Demikianlah Rasulullah berkata: “katakanlah kebenaran itu meskipun pahit”. Pahit bukan untuk objek dakwah, tapi pahit untuk sang da`i. Dan inilah hakekat dari apa yang disebutkan oleh Ust. Hasan Al Banna dalam rukun taat.

Jadi, kesadaran yang kuat tentang adanya pertambahan beban dakwah seiring dengan pertambahan usia kita di dalamnya menjadi sesuatu yang sangat kita butuhkan. Dan dari pelajaran kehidupan Rasulullah SAW, kita bisa mengatakan dengan sangat sadar bahwa:

“jika pada suatu masa, seiring dengan pertambahan usia kita di dalam dakwah, tetapi beban-bebannya tidak bertambah, maka curigalah, jangan-jangan itu adalah isyarat bahwa kita perlahan-lahan akan tersingkir dari jalan dakwah, apalagi jika kita yang meminta untuk peringanan amanah dan beban dakwah, naudzubillah”
readmore »»ǴǴ