Refleksi Singkat 13 Tahun Reformasi
Kejatuhan Soeharto pada tahun 1998, setelah ia berkuasa sekitar 32 tahun, merupakan satu babak baru dalam kehidupan Indonesia sebagai sebuah bangsa setelah melalui tahapan kehidupan politiknya dalam dua orde sebelumnya. Soeharto, dengan narasi pembangunan yang dibawanya telah membawa bangsa Indonesia memasuki era kesejahteraan tetapi tidak memberikan kebebasan bagi masyarakat untuk berekspresi, berpendapat, apalagi untuk mengambil sikap yang bertentangan dengan sikap pemerintah yang berkuasa
Reformasi telah melalui perjalanan yang cukup lama, sekitar 13 tahun. Tetapi harapan akan hadirnya kehidupan yang lebih baik di orde ini, masih belum lagi dapat dinikmati. Fajar kehidupan yang lebih baik belum lagi terbit. Sementara masyarakat telah sering dikecewakan oleh tak kunjung hadirnya perubahan, yang kita harapkan dapat diinsiparikan oleh mereka-mereka yang menduduki singgasana kepemimpinan di negeri ini.
Kepempinan nasional belum mampu mengantar bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Hal ini ditandai dengan jatuh bangunnya kepemimpinan bangsa, sejak masa peralihan kepemimpinan dari Orde Baru kepada Orde Reformasi pada kepemimpinan Habibie, Abdurrahman Wahid, lalu Megawati. Dan kini, Susilo Bambang Yudhoyono.
Angka utang luar negeri Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Belum lagi jumlah penduduk miskin yang masih cukup besar. Permasalahan penegakkan hukum yang masih belum menggembirakan terutama beberapa kasus korupsi besar, seperti kasus Gayus Tambunan, Susnoduadji, dan kasus Bank Century. Masalah-masalah ekonomi yang telah begitu kompleks dan membutuhkan solusi penyelesaian dengan segera antaralain masalah ketenagakerjaan dan pengangguran, kemiskinan, kesenjangan kehidupan ekonomi antara desa dan kota, serta kesenjangan antara daerah kepulauan
Dalam situasi seperti ini, dalam kondisi kekecewaan masyarakat yang terus berulang, kerinduan masyarakat akan hadirnya sosok kepemimpinan baru yang lebih baik, menjadi sangat kuat. Generasi tua yang saat ini menjadi aktor panggung politik sudah memasuki usia senja. Mereka sudah tak kuat lagi menghadapi zaman. Dan ini berarti peluang generasi baru, mengisi kekosongan harapan bagi kepemimpinan nasional menjadi sangat besar.
Salah satu faktor penentu keberhasilan dari suatu bangsa untuk keluar dari masa transisi adalah faktor kepemimpinan itu sendiri. Karena pemimpinlah yang akan mengarahkan masyarakatnya untuk dapat mencapai cita-cita kebangkitannya. Pemimpinlah yang menjadi teladan, sekaligus pengayom dan pemberi motivasi bagi masyarakatnya untuk bangkit. Dan inilah masalah utama yang belum bisa terjawab sampai saat ini. Kepemimpinan.
Musim Gugur Kepemimpinan
Masa transisi demokrasi yang diharapkan dapat terwujud lebih jauh menuju ke masa konsolidasi demokrasi, dimana lembaga-lembaga dan tata pemerintahan diharapkan sudah dapat diorganisasikan dan mulai bekerja serta berinteraksi menuntut aturan-aturan main yang baru pula, ternyata masih belum menampakkan hasil yang maksimal.
Kondisi ini diperparah dengan mencairnya gerakan-gerakan kemahasiswaan dan kembali kembali kepada urusan kampus mereka sendiri-sendiri. Sehingga hampir tidak ada lagi aksi-aksi mahasiswa yang mampu mengkonsolidasi banyak kalangan untuk mendorong terjadi perubahan sebagaimana yang tertuang dalam amanat reformasi.
Figur pemimpin yang tampil pada masa transisi ini telah memunculkan kekecewaan baru, karena harapan akan perubahan tidak kunjung diwujudkan. Para pemimpin asyik sendiri dengan pemuasan kepentingan pribadi, keluarga dan kelompoknya.
Mungkin tidaklah terlalu arogan untuk menyatakan bahwa, hari esok adalah musim gugur kepemimpinan, karena hampir tidak ada lagi pemimpin tua yang tertarik untuk terjun ke medan pertempuran, karena selain usia mereka sudah senja, fisik mereka juga sudah tak sanggup lagi menanggung beban kepemimpinan yang berat di negeri ini.
Musim gugur kepemimpinan Indonesia tahun 2014, membuat sebagian politisi kebingungan mencari figur baru untuk bisa mereka "jual" bagi kemenangan pemilu. Perhatikan sikap-sikap mereka pada media. Dan negeri ini telah memasuki salah satu fase dimana penduduknya dihuni oleh mayoritas penduduk di kelompok usia muda. Dan ini artinya celah sejarah telah terbuka bagi tampilnya generasi baru kepemimpinan baru untuk segera merebut momentum tersebut.
KAMMI dan Peluang Kepemimpinan
Merenungkan kembali sejarah kepemimpinan nasional sejak bangsa ini memperoleh kemerdekaannya, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan yang pernah tampil di panggung politik negeri ini selalu berakhir dengan tragis, tanpa ada hasil karya yang bisa dibanggakan.
Hanya saja, sejarah dalam cara pandang generasi baru bukanlah sesuatu yag harus terus dicaci atau dikutuki. Karena sikap seperti ini hanya akan mendatangkan sakit hati dan trauma terhadap masa silam. Sejarah seharusnya dipandang seperti ini, bahwa sejarah adalah tempat belajar tentang nilai apa yang bisa kita ambil untuk kehidupan hari ini, meninggalkan dan melupakan hal yang buruk dari sejarah masa lalu, dan mengambil hal-hal baik untuk merancang masa depan.
Dalam kondisi berulangkalinya kekecewaan masyarakat terhadap kepemimpinan nasional saat ini, KAMMI seharusnya mampu menjawab tantangan ini, untuk segera “merebut” kepemimpinan nasional, sekaligus untuk menjawab dan mengejewantahkan visi KAMMI sebagai penyedia stok kepemimpinan yang permanen. “KAMMI adalah wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpn masa depan dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia.” Maka salah satu ukuran keberhasilan KAMMI sebagai sebuah organisasi adalah terbentuknya stok kepemimpinan baru bagi bangsa ini.
Dari sini kita memulai
KAMMI sebagai salah satu elemen gerakan mahasiswa yang harus “bertanggung jawab” atas bergulirnya reformasi harus segera mendorong dirinya sebagai sebuah lembaga dan mendorong kader-kadernya untuk menghadirkan sosok kepemimpinan baru, bukan lagi kepimpinan alternatif, tetapi menjadi jaminan kepemimpinan baru yang lebih baik, yang menjadi tempat di mana bangsa ini bisa menitipkan harapan akan kehidupan yang lebih baik, harapan akan perbaikan. ditengah kondisi perpolitikan bangsa dan kekuasaan yang hanya diisi oleh orang-orang lama, orang-orang tua, yang sepertinya untuk menitipkan harapan perbaikan bagi negeri ini kepada mereka sudah sangat sulit.
Untuk itulah, salah satu tugas besar KAMMI saat ini adalah membentuk stok “gerombolan pemimpin” dengan sifat-sifat kepemimpinan yang harus dipupuk sejak saat ini, dan dapat menjadi acuan bagi para kader untuk mendidik dan mendesain dirinya. Adapun sifat-sifat kepemimpinan ideal yang kita inginkan ada pada kader-kader KAMMI adalah:
Karakter Visioner.
Visi suatu organisasi atau visi hidup seseorang seperti mercusuar yang menyorotkan lampu untuk menunjuk arah kemana suatu kapal akan menuju. Seperti itu jugalah visi yang terkandung pada diri seorang pemimpin, visi yang jelas akan menjadi sumber motivasi yang besar baginya untuk mendesain dan menentukan langkah-langkah yang tepat menuju tujuan tersebut.
Indonesia yang dicita-citakan oleh KAMMI telah digariskan sebagaimana yang tertuang dalam visi KAMMI yang menyebutkan bahwa KAMMI adalah wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin masa depan dalam upaya mewujudkan masyarakat Islami di Indonesia.
Masyarakat madani dalam pandangan KAMMI merupakan suatu masyarakat yang jauh dari semangat otoriteranisme, dipenuhi dengan nilai-nilai keadilan, persamaan, kebebasan, dan kemerdekaan.
Dalam konteks cita-cita menegakkan masyarakat madani, KAMMI, menyadari dengan sangat kuat bahwa peran pemimpin sangat signifikan dalam setiap proses perubahan. Hal ini secara jelas juga tertuang dalam prinsip perjuangan KAMMI yang menyebutkan bahwa kepemimpinan umat adalah strategi perjuangan KAMMI.
Visi ini harus terintegrasi secara kuat dalam diri seorang kader. Sehinggga kader menjadi gambaran dari visi itu sendiri. Cita-cita tentang masyarakat madani di Indonesia adalah satu cita-cita yang sangat besar.
Kejelasan visi seorang pemimpin akan mampu mengarahkan seluruh potensi bangsa yang sedang kebingungan mencari arah. Visi yang jelas akan mampu membuat bagsa ini lebih mampu menentukan sikapnya tentang hal yang akan dikontribusikan bagi pencapaian visi tersebut.
Dalam konteks keindonesiaan, sosok kepemimpinan tersebut harus memiliki kapasitas intelektual memadai dan menguasai kondisi makro nasional dari berbagai aspeknya, sehingga dapat menyelesaikan agenda perubahan yang dicita-citakan. Pengetahuan yang kuat akan kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya bangsa sangat penting, agar sikap-sikap dan langkah-langkah yang diambil dalam menegakkan cita-cita yang diinginkan dapat sesuai serta tidak bertentangan dengan realitas masyarakat indonesia. Agar peran dan sikap-sikap kepemimpinan yang dijalankan di masa depan tidak menyebabkan luka bagi masyarakat.
Sifat ini telah tersirat dalam karakter muslim negarawan point pertama dan kedua yaitu Memiliki Basis Ideologi Islam yang Mengakar dan Memiliki Basis Pengetahuan dan Pemikiran yang Mapan.
Karakter Pelayan.
Kepimimpinan pada dasarnya adalah investasi jangka panjang. Kepemimpinan terhadap masyarakat tidak serta merta hadir begitu saja, Karena ia selama dibangun dari kontribusi-kontribusi kebaikan di masa lalu. Sifat ini, menunjukan karakter kader sebagai pekerja yang tekun dan taat pada proses perencanaan yang sudah dicita-citakan oleh KAMMI, menguasai detil masalah-masalah inti kebangsaan dan mampu melibatkan semua elemen yang kompeten sebagai tim kerja yang solid.
Begitulah sejarah kepemimpinan yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Aspek trust, kepercayaan, dengan gelar Al Amin yang diperolehnya di usia muda menjadi modal sosial yang sangat berharga bagi peran-peran kenabian yang beliau lakukan. Karena masa transisi adalah masa yang sangat rawan bagi terjadinya perpecahan sehingga karakter ini sangat dibutuhkan untuk dapat menciptakan solidaritas yang kuat antara berbagai elemen bangsa untuk bersama-sama bekerja mendesain Indonesia yang lebih baik.
Cara pandang yang terbaik dalam memandang bangsa ini adalah bahwa negeri ini adalah satu kesatuan yang utuh, yang tidak dapat dipisahkan oleh keragaman kehidupan masyarakatnya. Keragaman bukanlah hal yang harus menyebabkan perpecahan, tetapi keragaman adalah potensi yang bisa didayagunakan untuk kemanfaatan bagi bangsa secara keseluruhan. Bangsa ini, dengan masyarakatnya haruslah dapat dijadikan sebagai objek sekaligus sebagai subjek pembangunan, dengan partisipasi total seluruh masyarakatnya.
Sifat ini telah tersirat dalam karakter muslim negarawan point ketiga dan keempat, idealis dan konsisten berkotribusi pada pemecahan permasalahan umat dan bangsa.
Karakter Pembina,
Karakter ini akan terbangun dari integritas kepribadian yang kuat dari seorang pemimpin. Integritas kepribadian yang kuat, tonggak pemikiran yang kokoh akan menjadi modal utama untuk membangun kepercayaan masyarakat, dan menjadi rujukan semua pihak dalam perencanaan masalah bangsa, yang setia dengan nilai-nilai dasar bangsa dan menjadi teladan bagi kehidupan bermasyarakat secara komprehensif.
Salah satu masalah besar bangsa ini adalah ketiadaan keteladanan para pemimpinannya. Nilai-nilai moralitas yang kuat sudah tidak kita temukan. Kredibilitas moral akan menjadi salah satu kunci pengaruh seorang kader terhadap masyarakat. Dan sifat ini telah tersirat dalam karakter muslim negarawan point kelima, menjadi perekat komponen bangsa sebagai upaya perbaikan.
Izinkan Kami Menata Ulang Indonesia
Untuk meralisasikan cita-cita perubahan yan diinginkan tentu tidak bisa hanya melalui perubahan pada puncak kekuasaan di Indonesia. Tetapi perlu ada gerombolan kepemimpinan baru yang diciptakan, agar dapat mengisi “kekosongan” kepemimpinan yang terjadi pada berbagai sektor kehidupan bangsa ini saat ini.
Sejumlah besar stok kepemimpinan baru harus dapat segera disiapkan. Dimana stok kepemimpinan ini nantinya akan menjadi penerus ide perubahan yang telah dicita-citakan oleh KAMMI, melalui mobilitas kader, penyebaran kader ke berbagai pusat kekuatan dan kekuasaan dalam rangka mempengaruhi, merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan publik agar sesuai dengan nilai-nilai islam.
Karakter Muslim Negarawan harus terinternalisasi secara kuat pada diri kader-kadernya, setelah itu, tersedialah stok kepemimpinan bangsa dalam jumlah yang besar untuk kemudian melakukan perubahan pada berbagai sektor kehidupan bangsa melalui gerakan mobilitas pada berbagai sektor tersebut. Gerakan perubahan yang ingin kita lakukan harus melalui dua bentuk. Yaitu gerakan kultural dan gerakan struktural.
Gerakan kultural (mobilitas horizontal) dilakukan melalui penyebaran kader ke berbagai kalangan dan lapisan masyarakat, agar masyarakat dapat mentransformasi diri mereka sendiri menjadi lebih baik.
Mobilitas horizontal ini lebih bersifat bottom up dimana kader akan bergerak bersama-sama masyarakat untuk berpartisipasi dalam melakukan perbaikan dalam berbagai bidang kehidupan bangsa, baik itu ekonomi, sosial, budaya, lingkungan hidup, kependudukan, kewanitaan, kemiskinan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dibutuhkan jumlah kader yang besar dan juga tentu memiliki kualitas yang terbaik, agar gelombang perubahan bottom up yang hendak dilakukan menjadi lebih besar.
Penyebaran kader-kader KAMMI ke berbagai kalangan dan lapisan bangsa ini adalah untuk menggerakkan peran serta masyarakat dalam mentransformasi diri mereka sendiri. Karena kaidah dasar perubahan sesungguhnya selalu bermula dari diri mereka sendiri. Bukan dari luar diri, atau lingkungan eksternal seseorang. “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sampai mereka merubah diri mereka sendiri.”
Gerakan perubahan horizontal ini, juga memungkinkan kader-kader KAMMI berinteraksi dan mentransformasi ide-ide perubahan yang diinginkannya, sehingga kelak akan terbentuk satu barisan pendukung dalam jumlah besar terhadap cita-cita perubahan yang ingin dilakukan. Dan keberhasilan menciptakan pendukung dalam jumlah besar akan mampu memberikan kontribusi bagi mudahnya kader-kader KAMMI melakukan mobilitas vertical.
Mobilitas struktural (mobilitas vertikal) dilakukan dengan mendorong kader-kader untuk terlibat secara intensif ke lembaga pemerintah (sektor publik), sektor swasta dan organisasi kemasyarakatan (LSM/third sector).
Keterlibatan kader-kader KAMMI dalam tiga sektor ini bertujuan untuk berkontribusi dalam membangun sistem, membuat kebijakan publi, regulasi dan perundangan secara struktural, top down, untuk digunakan sebagai pedoman dalam rangka transformasi masyarakat. Gerakan struktural ini juga berperan dalam rangka implementasi dan pengawasan pembangunan bangsa.
Di era keterbukaan ini faktor yang paling menentukan kesuksesan dalam merebutkan pengaruh dan kepemimpinan adalah yaitu faktor kualitas dan faktor peluang. Faktor kualitas kader berkaitan dengan kredibiltas personal sedangkan peluang mobilitas vertikal sangat ditentukan oleh kondisi internal dan eksternal organisasi.
Dengan kondisi ini, maka kewajiban untuk penataan kader menjadi sangat dibutuhkan. Karena banyaknya sektor kehidupan di bangsa ini begitu luas, maka perlu diciptakan “gerombolan pemimpin” dalam jumlah yang besar.
Oleh sebab itulah, untuk semakin memperbesar peluang mobilitas kader, maka transparansi kelembagaan harus terus menerus didorong dan dengan cara inilah Peluang mobilitas kader-kader KAMMI ke berbagai lembaga dan sektor kehidupan bangsa masyarakat akan menjadi sangat besar (mobilitas vertikal). Karena masyarakat akan memiliki kecenderungan positif untuk menentukan pilihan-pilihan mereka secara nasional.
Dan Keberanian kader untuk mencoba masuk ke wilayah-wilayah heterogen akan menjadi salah satu faktor keberhasilan dan peningkatan kapasitasnya. Karena kader akan langsung berhadapan dengan lapangan/medan amal yang sesungguhnya. Selain tentu saja, secara internal kelembagaan, KAMMI juga harus melakukan penataan kader ini.
Hal ini akan memberikan keuntungan secara tidak langsung bagi organisasi dan juga bagi kader.
Karena cita-cita besar KAMMI untuk melakukan perubahan pada bangsa adalah melalui kepemimpinan, dan kepemimpinan pada dasarnya adalah investasi dalam jangka waktu yang panjang, maka jika sejak awal kader telah dilatih dan dididik hidup di dunia heterogen dengan kredibilitas moral dan profesionalisme yang baik yang mereka miliki tentu saja akan menjadi investasi yang baik untuk merebut kepemimpinan masa depan. Atau mungkin jika penyiapan ini telah ada dan tertata baik, masyarakat akan segera memberikan tugas kepemimpinan itu kepada kader-kader KAMMI dengan ikhlas, karena mereka tidak punya solusi lain untuk perbaikan. Kecuali, memberikan dan menitipkan harapan itu kepada kader-kader KAMMI. Wallahualam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar