Rabu, 15 Januari 2014

Belasungkawaku Untuk Khalil Gibran, Chairil Anwar dan Para Pujangga

Kadang-kadang “ide-ide besar” mereka itu, lahir untuk menutupi “satu atau dua kelemahan” yang sangat sederhana dalam kepribadian mereka….

Mungkin kadang-kadang orang seperti mereka itu, para sastrawan, para pemikir, perlu kita kasihani dengan sangat….

Kita mengenal seorang pujangga besar, Khalil Gibran, tapi pernahkah kita telusuri, kapan dia mulai menghasilkan karya-karya besarnya??

Kapan “Sayap-Sayap Patah” itu lahir? Itu lahir dari satu penderitaan jiwanya yang dahsyat, penderitaan karena cinta pada dua wanita, ibunya dan kekasihnya…

Penderitaan karena “cinta”, akibat kematian Ibu (orang tua tunggalnya),

Penderitaan itu semakin dahsyat, ketika kisah hubungannya dengan Josephinelah akhirnya juga kandas….wanita yang menjadi pengobat sesaat dari derita karena kematian sang ibu,

itu seperti kiamat jiwa

Meski cinta dalam jiwa Khalil Gibran sempat tumbuh kembali pada Marie Elisabeth, tapi kisah ini juga berakhir tragis….

Dan sejak itulah Khalil Gibran “memutuskan” untuk tidak pernah lagi jatuh cinta….

Karyanya menjadi tempat ia “mencurahkan” seluruh penderitaannya

Lalu siapa Chairi Anwar yang kita kenali sebagai pujangga besar di negeri ini?

Mungkin kisahnya tak sama persis dengan Khalil Gibran…Tapi mereka berangkat dari satu situasi jiwa yang sama….penderitaan…

Sri Ayati, satu nama yang mengawali “curahan” perasaan dalam karya-karya besar Chairil Anwar…

Mungkin memang tak ada yang bisa memastikan, mengapa akhirnya Chairil Anwar memilih jalan hidup yang “semerawutan” ?

Tapi karya-karyanya yang kita nikmati tentu lahir dari rahasia yang terpendam dikedalaman jiwanya, dan itu pasti sebuah penderitaan.

Karena, jalan hidup “semerawut” yang dipilihnya, adalah isyarat kuat, bahwa “tiada alasan yang membuatnya untuk terus melanjutkan hidup”….

Itulah penderitaan yang lahir dari apa yang disebut oleh @anismatta sebagai “bias penghambaan” dalam cinta….

Maka syair-syair, puisi, lagu dan karya mereka, mungkin kita nikmati sambil menari, indah, syahdu….

Padahal mereka sebenarnya tidak sedang menyanyikan lagu yang merdu untuk kita…

Karena mereka menulis karya-karya itu sambil melompat dan terpaksa melompat, di atas jeritan luka hati yang dalam….

Mungkin suatu waktu kitu juga menikmati karya mereka, tapi marilah kita belajar mengasihani mereka itu…..

Kita perlu mengasihani mereka….karena mereka menderita…

Mereka akhirnya kalah…mereka takluk dibawah penderitaan dan cinta….

Atau bisa jadi….KITA JUGA PERLU MENGASIHANI DIRI KITA SENDIRI…..
readmore »»วดวด