Jumat, 25 Februari 2011

Dari Gerakan Ke Negara “Realitas dari Tabiat Asli Islam”


Ahad, 20 Juni 2010

Dari gerakan ke negara, satu tabiat yang tidak mungkin dipisahkan dari cita-cita besar suatu umat yang meyakini bahwa islam adalah agama yang harus hadir di bumi, mengejewantah menjadi realitas, setelah ia diturunkan dari langit oleh Penciptanya, melaui Jibril.

Harus kesana memang ujungnya. Islam pertama kali hadir dalam pribadi manusia. Makanya, sejak semula islam telah mengatakan, “Iqro”. Perintah untuk membaca. Tapi kepada siapa?. Pribadi manusia muslimnya. Itulah yang pertama kali dibidik Sang Tuhan untuk realisasi awal nilai-nilai ajaran Islam.

Lalu Sang Rasul memilih manusia-manusia terbaik sebagai langkah awal perjalan sebuah gerakan menuju negara. Manusia-manusia yang memiliki kekokohan karakter. Tapi sebelumnya, iman mereka telah teguh membaja. Akar-akar imannya tertanam ke dalam dasar hati manusia-manusia itu. Setelah itu, Sang Rasul memilih tanah. Tanah Madinah. Langkah lanjut untuk sekali lagi membuktikan kemegahan Islam. Tapi tetap memang sebelum itu Islam harus menyatu dulu dengan karakter-karakter manusianya. Realitas inilah yang telah dibuktikan oleh sejarah.

Begitu tabiatnya. Islam memang tidak mungkin bisa menunjukan karakter aslinya, sebelum ia menjadi nyata di alam manusia. Lalu ketika islam telah bertransformasi dari sebuah gerakan menjadi sebuah Negara. Islam telah menunjukkan karakter aslinya. Tabiat yang telah pernah dicatatkan dalam sejarah dalam kalimat tuhannya “wama`arsalnaaka illa kaaffatallinnas”. Untuk seluruh manusia. Tanpa tekecuali.
Disanalah islam membuktikan keagungannya tidak hanya untuk umat islam. Tapi untuk semua manusia. Hak-hak diberikan. Kewajiban-kewajiban kenegeraan direalisasikan. Tidak peduli dia muslim atau bukan. Begitulah cara mereka memahami kebajikan ilahiah yang senantiasa memberikan karunia kebaikan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap makhluk-Nya, muslim dan nonmuslim.

Tapi islam tidak berujung disitu, pada keshalehan pribadi. Ia harus segera keluar, hadir untuk memenuhi kalimat tuhannya yang kedua, “wama arsalnaaka illa rahmatal lil alamin”. Untuk seluruh alam. Karena Islam ingin mengharmonisasi seluruh alam semesta dalam satu bingkai nilai-nilai kebajikan universal. Dan inilah tugas utama manusia-manusia muslimnya.

Tabiat setiap perubahan adalah adanya makna adaptasi. Demikian, dalam perubahan alam harokah. Hanya akan ada dua kelompok kader harokah. Kader yang tak mampu bertahan dialam baru, lalu mati. Tapi ada yang tetap hidup, lalu meneruskan kehidupannya. Tapi di dunia gerakan mungkin akan ada kelompok yang ketiga. Kelompok yang tidak mati, Tapi juga tak mampu mengikuti perkembangan realitas baru zamannya.
Kader yang tak mampu bertahan lalu mati. Biasanya lahir karena kedangkalan pemahaman. Tapi juga sebelumnya, mereka memang tidak pernah memberikan kontribusi terhadap harokah selama masa-masa perjalanan harokah dalam mendaki tangga-tangga tahapan pewujudan cita-citanya. “bersama-sama kita tapi sesungguhnya dia tidak bersama-sama kita”. Ia ada tapi tak berkontribusi. Fisiknya bersama harokah tapi jiwanya tak menyatu dengan tubuh harokah. Mereka mungkin masih disana, bersama harokah. Tapi jika ia tetap demikian, takkan lama sejarah akan segera menghempasnya.

Kelompok yang kedua. Mereka adalah kelompok yang memang tetap mampu bertahan dalam setiap perubahan harokah. Tapi ia sekadar ikut saja dalam perubahan itu. Kelompok kedua ini adalah kelompok kader harokah yang keterlibatan dalam kontribusi-kontribusinya tidak lahir diatas dasar pemahaman yang baik. Tentang mengapa ia harus berkontribusi?

Kelompok yang ketiga. Inilah kader harokah sesungguhnya. Merekalah yang selalu berkata seperti kalimat Saad bin Mu’az dalam perang Badar:
“Wahai Rasulullah, sungguh kami ini telah beriman kepadamu, telah seratus persen meyakini agama dan telah mengakui kebenaran agama yang engkau bawa kepada kami. Kami telah bersumpah setia untuk melaksanakan semua yang telah kami Janjikan kepadamu. Oleh karena itu, segeralah laksanakan apa yang telah menjadi keputusanmu, ya Rasulullah, dan kami setia kepadamu.”

Mereka memenuhi janjinya kepada Allah SWT. Tetapi sebelumnya, kekokohan karakter dan pemahamanya telah terintegrasi kuat dalam setiap sendi-sendi jiwanya. Menyatu. Lalu islam menjadi bagian dirinya. Dan dirinya menjadi bagian dari islam. Manusia yang keluar dari nilai kesendiriannya, untuk diberdayakan untuk semua manusia. Siapapun mereka. Di belahan bumi manapun mereka berada. Dan agama apapun dia.

Masih ada ruang manusia lain. Ruang manusia yang melingkupi tubuh harokah. Itulah masyarakat. Manusia-manusia yang kelak akan menjadi medan, dimana islam membuktikan makna-makna kata-kata ini “wama`arsalnaaka illa kaaffatallinnas” dan “wama arsalnaaka illa rahmatal lil alamin.”

Akan ada tiga kelompok manusia yang kita temukan disini. Pertama, Kelompok yang karena kelurusan fitrahnya ia menerima islam secara objektif. Dia menjadi muslim atau tidak. Menyenangi islam karena nilai-nilai kebaikan universalnya.

Kedua, kelompok yang sangat tidak memahami makna-makna diatas. Dia muslim. Lalu karena kedangkalan pengetahuannya, juga karena memang dia adalah manusia yang tumbuh besar dalam alam pemisah-misahkan makna islam dengan realitas kehidupan. Boleh, oleh dominasi rezim yang menjadi tempat manusia itu tumbuh berkembang. Lalu ia latah bersikap. Memusuhi segala bentuk penggabungan nilai-nilai islam dalam kehidupan.

Ketiga, kelompok yang begitu keras penentangannya. Kelompok ini biasanya berasal dari kelompok yang merasakan ancaman, ketika islam menunjukan karakter aslinya. Karena kepetingannya terancam. Eksistensinya terganggu. Merekalah yang disebutkan oleh Hasan Al Banna “nanti ketika mereka mengetahui karakter dakwah mu yang sesungguhnya maka mereka akan menunjukan pertentangan kepadamu dengan sangat keras”

Inilah realitas yang tetap akan ada. Kecuali jika harokah memang tidak berada diatas rel perjuangannya yang benar.
readmore »»วดวด