Jum`at, 11 Maret 2011
Hakekat sebuah perjalanan adalah ujian. Hanya saja, pemahaman yang baik akan tabiat jalan yang ditempuh akan mampu memberikan seseorang kesadaran yang kuat tentang apa yang perlu dipersiapkannya agar perjalanannya dapat sampai ke tujuan.
Pengetahuan tentang tabiat jalan, juga akan memberikan kesadaran yang kuat bagi seseorang bahwa mungkin akan ada tikungan-tikungan perjalanan yang akan ia temui selama perjalanan menuju tujuan tersebut. Dimana tikungan-tikungan tersebut bisa saja membuatnya tersesat sehingga tidak dapat sampai ke tujuan yang telah ia tetapkan.
Jika kita mencoba merefleksi ulang perjalan kita dalam dakwah ini, maka kita akan menemukan bahwa ada korelasi positif antara lamanya perjalanan atau usia kita dalam dakwah dengan pertambahan beban yang kita pikul.
Jika kita mencoba merefleksi ulang, saat pertama kita disentuh oleh tarbiyah, maka beban kita hanya ada satu, yaitu kehadiran di halaqoh. Tetapi seiring pertambahan usia kita dalam tarbiyah, kita merasakan bahwa beban-beban yang kita pikul dalam dakwah ini semakin berat dan bertambah. Sekarang antum semuanya mendapatkan banyak sekali amanah dakwah, yang membuat antum semuanya hampir tidak punya waktu untuk mengurusi diri sendiri.
Peerlahan-lahan kita mulai merasakan kebenaran dari kalimat Ustad Hasan Al Banna bahwa: “kewajiban seorang muslim itu, jauh lebih banyak dibandingkan dengan waktu yang tersedia baginya”
Maka benarlah sebuah analogi yang menyebutkan bahwa “perjalanan dakwah itu, bukanlah seperti perjalanan sebuah bus, dimana ada saja penumpangnya yang turun dan ada juga penumpangnya yang naik. Tetapi hakekat dakwah ini, adalah seperti sebuah kendaran, apa saja namanya, tetapi kendaraan itu hanya memberikan satu pintu masuk bagi penumpang-penumpang baru untuk naik tetapi tidak memberikan jalan keluar, jalan turun bagi penumpang yang telah berada di atas bus”
Itulah pelajaran sejarah yang bisa kita temukan dalam kehidupan Rasulullah SAW. Karena beliau adalah teladan terbaik maka darinyalah kita juga bisa belajar tentang hakekat ini.
Di awal-awal dakwahnya, di Mekkah, beliau mungkin hanya punya beberapa beban, antaralain beban untuk menyeru manusia kepada risalah yang dibawanya, atau juga ancaman pembunuhan yang didapatkannya dari orang-orang Quraisy, atau juga ia hanya punya satu beban, seorang Istri. Khadijah r.a.
Tapi seiring pertambahan usianya didalam dakwah, di Madinnah, beban-beban itu semakin bertambah. Beliau, bukan hanya mendapatkan ancaman pembunuhan saja, tetapi beliau harus berhadap-hadapan secara langsung dengan para kafirun dan quraisy. Bukan hanya mengatakan “bersabar” tapi, kakek yang berusia 57 tahun itu kini harus mengenakan pakaian dari besi untuk melindungi tubuhnya dari ancaman libasan pedang yang datang dari musuh-musuhnya di medan perang.
Istri, ini juga bertambah. Jika di Mekkah ia hanya mengurusi Khadijah, kini, di Madinah, beliau harus mengurusi sembilan orang istri dalam rumahnya, bahkan dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa istrinya ada 13 orang.
Jadi jika pada suatu waktu kita menemukan riwayat bahwa salah satu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW adalah: “Ya Allah, jadikanlah amal-amal terbaikku adalah amal yang terakhir, dan jadikanlah umur terbaikku adalah di akhirnya, dan jadikanlah hari-hari terbaikku adalah hari ketika aku bertemu dengan-Mu.”
Maka ini adalah penjelasan tentang konsistensi, penjelasan tentang keteguhan dalam melakukan kebaikan dan menyeru manusia ke jalan dakwah.
Tentang hal ini Ustad Hasan Al Banna telah menyebutkan bahwa:
“Di dunia ini banyak orang yang memiliki akal tetapi hanya sedikit yang mempelajari Al Quran, dari yang sedikit mempelajari Al Quran hanya sedikit dari mereka yang mengamalkannya, dari sedikit yang mengamalkannya hanya sedikit yang mendakwahkannya, dari sedikit yang mendakwahkannya hanya sedikit yang bersabar dalam dakwah, dari sedikit yang bersabar itu hanya sedikit yang bertahan sampai ke ujungnya.”
Artinya, bahwa dakwah ini hakekatnya adalah seleksi. Dan karena perjalanan dakwah ini adalah perjalanan yang sangat panjang, maka kita menemukan bahwa banyak orang yang akhirnya berhenti, mundur dari dakwah.
Dan seiring pertambahan usia kita dalam dakwah, di sepanjang pertambahan usia itu, Allah SWT juga menyediakan banyak sekali peristiwa-peristiwa dakwah, untuk menguji kita, dalam banyak bentuknya, untuk membuat karakter asli dari setiap kita keluar satu persatu. Dan dalam ujian-ujian itu, ada yang akhirnya tak mampu bertahan sehingga memilih mundur dari perjalanan. Tetapi ada juga, yang menjadikan peristiwa-peristiwa itu sebagai alat untuk meningkatkan keteguhannya di jalan dakwah. Karena besarnya cadangan kesabaran di banker perasaan dan jiwanya.
Jika pada suatu waktu kita mendengarkan kalimat : “likulli marhalatin rijaluha, likulii marhalatin tabi`atuha”. Setiap zaman ada rijalnya, setiap zaman ada tantangan-tantangannya sendiri. Artinya, bahwa setiap zaman itu punya tabiatnya sendiri-sendiri dan orang yang dapat hidup di suatu zaman itu harus bisa menyesuaikan dirinya dengan kondisi zaman tersebut agar ia bisa bertahan.
Dakwah kita ini, sudah menempuh sekian dari tahapan-tahapan dakwah yang digariskannya menuju pencapaian cita-citanya. Dakwah ini telah melalui dua tahapannya, tandzimi dan sya`bi. Dan saat ini, generasi kita ini hidup di era muasassi. Tetapi, sebagaimana yang kita pahami, bahwa perubahan marahalah, bukanlah sebuah perpindahan, tetapi perluasan pekerjaan. Dan itu artinya, beban-beban yang kita akan pikul, beban-beban yang harus dipikul oleh kader dakwah pada dua marahalah sebelumnya harus tetap kita pikul, oleh kita, kader dakwah yang hidup di generasi ini, ditambah dengan beban-beban di marahalah ini.
Jika kita masih mengingat pelajaran kita di bangku sekolah, tentang adaptasi, bahwa makhluk-makhluk hidup yang dapat bertahan hidup pada suatu perubahan zaman adalah makhluk hidup yang harus dapat menyesuaiakan dirinya dengan karakter zaman baru.
Ini artinya perubahan marahalah dakwah ini, harus kita sikapi dengan mengkondisikan diri kita, mengkondisikan dan membentuk binaan-bianaan kita agar dapat hidup dan bertahan di zaman ini, di marahalah ini. Karena jika tidak, maka akan ada seleksi alam yang membuat kita tersisih dan mati.
Mungkin pada suatu waktu, kita akan menemukan bahwa dakwah ini membuat satu kebijakan yang tidak kita setujui, lalu kita ngambek dan tidak mau bekerja. Di tengah kesibukan, di tengah banyaknya tuntutan-tuntutan kebutuhan pribadi kita terkadang kita mulai memilih-memilih perkerjaan dakwah berdasarkan apa yang kita senangi dan yang tidak kita senangi.
Dakwah ini, bukan pekerjaan yang kita kerjakan karena suka atau tidak suka, tapi dakwah sudah menetapkan garisnya sendirinya. Jika sudah seperti ini, maka kita telah mencerabut dari hakekat dakwah ini bahwa jalan ini adalah jalan yang pahit. Yang tak dihiasi oleh bunga-bunga indah. Demikianlah Rasulullah berkata: “katakanlah kebenaran itu meskipun pahit”. Pahit bukan untuk objek dakwah, tapi pahit untuk sang da`i. Dan inilah hakekat dari apa yang disebutkan oleh Ust. Hasan Al Banna dalam rukun taat.
Jadi, kesadaran yang kuat tentang adanya pertambahan beban dakwah seiring dengan pertambahan usia kita di dalamnya menjadi sesuatu yang sangat kita butuhkan. Dan dari pelajaran kehidupan Rasulullah SAW, kita bisa mengatakan dengan sangat sadar bahwa:
“jika pada suatu masa, seiring dengan pertambahan usia kita di dalam dakwah, tetapi beban-bebannya tidak bertambah, maka curigalah, jangan-jangan itu adalah isyarat bahwa kita perlahan-lahan akan tersingkir dari jalan dakwah, apalagi jika kita yang meminta untuk peringanan amanah dan beban dakwah, naudzubillah”