Kamis, 10 Februari 2011
Kita pernah mendengar satu penjelasan dari salah satu hadist Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa kita, kaum muslimin, pada suatu ketika akan hidup seperti makanan yang diperebutkan oleh banyak orang atau umat-umat yang lainnya. Dan ketika seorang sahabat bertanya, mengapa hal itu terjadi, Rasulullah menjawab: “karena kaum muslimin menderita suatu penyakit yang disebut wahn”. Meskipun, jumlah kaum muslimin sangat banyak.
Alasan inilah yang kemudian menjelaskan satu realitas yang sedang kita hadapi saat ini. Yaitu ketiadaan kewibawaan kaum muslimin dihadapan umat-umat yang lain. Ketiadaan mentalitas keberanian, Asy Syajaah, selain berefek pada tak dipandangnya umat muslimin secara eksternal, penyakit ini justru tidak sedikit kita temukan berkembang dikalangan internal kaum muslimin sehingga keberanian untuk memikul beban yang lebih banyak sangat jarang kita temukan.
Kita belum akan berbicara pada keberanian secara eksternal, tapi di sini kita hanya akan berbicara tentang keberanian secara internal yang mendorong seseorang untuk mengambil peran-peran keislaman seiring dengan usia perjalanannya di muka bumi.
Tugas meneruskan risalah ini, jika kita bisa menganalogikannya, maka perjalanan hidup ini bukanlah seperti kerja sebuah bus, yang sepanjang perjalanannya ada saja muatannya yang naik dan ada juga turun. Tetapi sifat pekerjaan meneruskan risalah ini adalah sebuah kendaraan yang penumpangnnya tidak pernah turun, yang ada hanyalah terus menerus bertambah bebannya seiring dengan pertambahan usia perjalanannya.
Iman, tentu saja tidak akan bernilai jika tidak mendorong pemiliknya untuk merealisasikannya menjadi amal yang nyata di tengah realitas kehidupan. Kita yang dididik dalam keislaman sekian lama, untuk membangun kembali karakter keislaman kita, tentu saja dalam doktrin-doktrin keislman itu, kita yang menyebutkan bahwa nahnu qaum amaliyyun, kalian adalah kaum yang beramal. Bukan para propagandis kebaikan. Tapi kita adalah pekerja amal.
Sebagian aktivis, sekali lagi mengalami kendala ini. Ketiadaan sifat Asy Syajaah dalam jiwanya. Sehingga hal inilah yang menjadi alasan yang menjelaskan bahwa sebagian muslim tidak berani mengambil alih tugas-tugas keislaman secara berani. Entah, sebesar apapun risiko yang kemudian akan hadapi karena tugas itu. Adanya ketakutan bahwa suatu saat ia akan disalahkan karena ketidaksanggupannya menyelesaikan target-target tugas yang diberikan kepadanya.
Rasulullah SAW punya cara sendiri untuk membangkitkan dan mendorong karakter ini keluar dari kedalaman jiwa para sahabat-sahabatnya. Pada suatu malam, menjelang hari peperangan Rasulullah SAW mengangkat pedang dihadapan para sahabat dan kemudian berkata: “ Siapa yang mau mengambil pedang ini, maka Allah SWT akan mencintainya”. Maka tak satupun sahabat yang tidak mengangkat tangannya. Sampai kemudian Rasulullah SAW mengatakan: “tapi yang mengambil pedang ini harus mampu menunaikan tugasnya”. Yaitu memenangkan peperangan. Inilah cara Rasulullah SAW, memupuk, memelihara, bibit keberanian di hati sahabat-sahabatnya.
Keberanian ini adalah sejenis keberanian yang pernah dimiliki oleh Umar bin Khatab. Ketika hendak hijrah, beliau mengatakan: “ Saya akan melakukan hijrah, dan saya akan melalui jalan ini, siapa yang mau menjandakan istrinya, meyatimkan anaknya, maka silahkan tunggu saya di sana.” Atau jenis keberanian spektakuler yang pernah diperlihatkan oleh Khalid bin Walid pada wajah sejarah yang ketika hendak memasuki suatu wilayah, maka raja-raja di daerah tersebut tidak lagi melakukan perlawanan kecuali menyerah pasrah.
Sebagian orang memang memiliki sifat As Syajaah ini sebagai sifat bawaan memang mereka miliki sejak lahir. Boleh jadi memang kita tidak memilikinya sebagai bawaan sejak lahir, tetapi sifat ini bisa kita munculkan melalui latihan.
Inilah yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah SAW, yang pada suatu malam menjelang esok hari peperangan ia mengangkat pedangnya dan mengatakan “siapa yang mau mengambil pedang ini, maka ia akan dicintai Allah.” Artinya Rasulullah menstimulasi sifat keberanian untuk mengambil beban dengan risiko berat bagi para sahabatnya.
Keberanian yang tentu saja mengandung risiko ini, hanya akan dimiliki oleh mereka yang memiliki kekuatan iman tak goyah. Yang dengan keimanan yang kuat itulah ia meyakini adanya pertolongan Allah SWT. Apakah Anda memiliki sifat ini? Saya tidak tahu. Tapi saya kira kita bisa melatihnya agar sifat ini muncul sebagai karakter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar