Kamis, 25 Desember 2008

Islam dan Kekuasaan

Islam dan Kekuasaan adalah dua yang sangat sensitif ketika ingin berbicara tentang apa arti kekuasaan dalam islam. Sebab yang selama ini mengisi kepala dan otak umat manusia bahkan mungkin dikalangan umat islam sendiri atau bahkan dikalangan aktivis pergerakan islam sendiri bahwa islam telah cukup ketika kita telah soleh (soleh secara pribadi) -akibat dari proses sekulerisasi yang selama ini telah mengisi kepala kaum muslimin- tanpa peduli dengan sunnah-sunnah Rasulullah SAW tentang bagaimana ia memimpin, bagaimana nilai sebuah kekuasaan bagi dakwah.

Kita merefleksi sedikit kepada sejarah perjalan dakwah Rasulullah SAW. Kita mengenal bahwa fase dakwah Rasulullah, oleh para ulama membaginya menjadi dua : Fase Makkiyah (13 tahun) dan fase Madaniah (10 tahun). Pada fase Makkiyah, kita memahami bahwa dakwah Rasulullah hanya diimani oleh sekitar 40 orang sahabat. Dan jumlah inilah yang kelak akan menjadi pembangun struktur utama dakwah islam, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Inilah inti bangunan dakwah Islam dizaman Rasulullah. Tapi ada perubahan besar, setelah fase dakwah Madanniyah, jumlah pengikut Rasulullah seperti yang dicatat oleh sejarawan ada sekitar 100-125 ribu orang (jumlah ini diambil dari jumlah sahabat yang ikut bersama Rasulullah pada haji Wada). Kalau kita melihat mengapa ada perubahan signifikan dari dakwahnya, salah satunya karena Rasulullah pada fase madinah menjadi kepala negara (kekuasaan)

Dalam sistem siyasah "politik" islam kekuasaan bukanlah tujuan akhir, tapi kekuasaan adalah sarana paling efektif untuk menyebarkan dan mengembangkan dakwah serta memberikan kesejahteraan bagi semua umat manusia. Secara umum kita bisa mengatakan bahwa tidak ada islam tanpa kekuasaan dan tidak ada kekuasaan tanpa islam. Terlalu banyak aturan syariat yang tidak bisa diterapkan kecuali adanya sebuah kekuasaan. Kekuasaan, wadahnya adalah negara. Kalau kita membaca sejarah ideologi-ideologi yang pernah mengisi panggung sejarah dunia, maka kita akan menemukan bahwa ideologi apapun, baik itu kapitalisme, komunisme, dsb, pada dasarnya menjadikan negara (kekuasaan) sebagai instrumen untuk mewujudkan dan melaksanakan semua nilai-nilai ideologi itu. Karena, sarana inilah yang paling efektif untuk itu.

Lalu, bagaimana dengan Islam?. Setelah kita memahami hakekat keberagamaan kita dengan baik, atau kita memahami makna syumuliatul Islam (kesempurnaan sistem islam). Siapapun dia, dari gerakan Islam manapun, harus memahami hakekat kekuasan (negara), sebagai alat untuk mengajak manusia memahami dan menerapkan Islam.

Tentang hakekat dakwah yaitu mengajak manusia kedalam islam. Misalnya kita memahami ayat yang menyebutkan bahwa laa ikraahafiddin "tidak ada paksaan dalam agama'. Memang demikian adanya ketika kita berdakwah mengajak manusia untuk berislam dengan baik-khusus muslim ada kewajiban yang memang harus dilaksanakan sebagai konsekuensi keberislamannya- Secara Khusus, termasuk orang-orang diluar Islam, kita tidak boleh dan bahkan Allah melarang kita memaksakan orang untuk masuk kepada Islam.

Tapi, Allah SWT juga menjelaskan didalam Al Qur!an "Alladzi arsalah rasulullahu bil huda wadiinil haq liyushirahu aladdini kulih, walau karihal kaafirun". Adalah sebuah isyarat bahwa kita memang tidak boleh memaksakan orang di luar Islam untuk masuk Islam, tapi yang harus dilakukan adalah memaksa orang di luar Islam untuk mau diatur oleh Islam dan menjadikan sebagai aturan hidup mereka -sekali lagi bukan masuk islam- agar Islam sebagai rahmatalillalamin bisa terwujud. Dan hal ini hanya bisa dilakukan dengan kekuatan kekuasaan dan instrumennya adalah negara. Inilah juga yang dilakukan oleh para Sahabat Rasulullah dan kekhalifan setelahnya. Misalnya tentang sejarah ekspansi dakwah yang dilakukan kenegeri-negeri yang pemimpinnya masih kafir. Ketika penaklukan hendak dilakukan atau bahkan sudah dilakukan, mereka hanya diberikan dua pilihan - mau masuk Islam atau menerima Islam sebagai ideologi yang akan mengatur hidup mereka (sekali lagi catat, bukan mengubah keyakinan mereka) denga membayar fidyah.

Ini sejarah, dan inilah realitas yang terjadi. Maka dakwah tidak cukup dengan hanya menghabiskan waktu dimasjid, mengkaji dan membahas sunnah Rasullah dalam shalat, puasa dan sebagainya, tetapi lupa untuk mengkaji bagaimana cara Rasulullah memimpin dan memperluas ekspansi dakwahnya. Allahu alam bisawab

Tidak ada komentar: