Ahad, 7 November 2010
Digores awal penaku. Ingin kurekam lagi sebagian dari makna kesiapan jiwa dalam meniti satu tangga kehidupan. Ini tentang seseorang. Dan ini tentang langkah lanjut yang ingin kujejaki setelah proses pembentukan karakter yang telah kita jalani selama kurang lebih 5 tahun usia kita di dunia kampus. Tempat dimana kita digembleng oleh zaman untuk membentuk kesadaran yang kuat akan orientasi akhir dari perjalan panjang hidup kita di dunia.
Dalam pencarian panjang tentangnya di atas jalan keimanan. Semua masih tentang cinta memang. Tapi cinta yang ingin kita tulis di sini adalah cinta yang terkhususkan pada seseorang. Yach, seseorang yang ingin kita jadikan teman hidup dalam perjalanan meniti jalan panjang perjuangan. Yach, sekali lagi ini tentang wanita.
Telah kita susuri lebih dari seperti tiga usia hidup. Dan direntang waktu itu, telah banyak pengalaman hidup yang mengajarikan kita banyak hikmah tentang makhluk ciptaan Allah yang satu ini. Wanita. Yach, sekali lagi tentang wanita.
Sebagian orang mungkin memang mempresepsi mereka hanya sebagai makhluk pelengkap kehidupan lelaki. Dan menganggap mereka sebagai makhluk yang hanya akan melayani kita. Para lelaki. Tetapi tidak demikian seharusnya kita memahami ini. Kerinduan akan kehadiran mereka. Makhluk yang bernama wanita. Memang menjadi satu kebutuhan yang begitu kuat mendesak jiwa. Terutama perasaan ini berkembang kuat kala usia kita telah tumbuh merangkak menuju usia kedewasaan. Itulah sebagian hikmah dari kisah sejarah yang terbentang sepanjang sejarah manusia. Mulai dari Adam dan Hawa, lalu Yusuf dan Zulaikha.
Tapi kadang memang akhirnya, kita tak mampu membendung perasaan ini. Apalagi ini adalah tentang perasaan fitrahwi. Bukan karena rindu yang membuat perasaan itu hadir. Tetapi memang, sejak semula ternyata cinta jenis ini diciptakan bersama jiwa. Sehingga sebagian orang menempuh jalan-jalan yang melanggar nilai-nilai iman. Atau sebagian yang lain, dengan semangat ibadah lalu memutuskan untuk segera “menyempurnakan separuh agamanya”. Tidak salah memang. Ini tetap saja menjadi sesuatu hal yang baik. Karena mereka akhirnya mampu menjaga hati dan perasaan mereka dari pelanggaran syariat. Karena godaan syahwat ini
Tetapi, hal ini seharusnya bisa dipandang dari kacamata yang berbeda. Pernikahan harusnya kita presepsi pada perannya yang jauh lebih besar dari sekadar pemenuhan kebutuhan fitrahwi dengan segala macam hak dan kewajiban di dalamnya. Karena sudah seharusnya dipahami begini. Pernikahan dan Rumah Tangga haruslah dapat menentukan perannya sendiri terhadap bangunan peradaban islam yang sedang dikerjakan oleh umat ini saat ini.
Karena Rumah Tangga dan semua yang terlibat di dalamnya punya peranannya sendiri dalam kehidupan. Hasan Al Banna menjelaskan tentang ini. Bahwa rumah tangga adalah langkah kedua yang harus dilalui setiap muslim termasuk sekian banyak daftar peranannya terhadap bangunan peradaban Islam. Dari sini mengertilah kita bahwa orang-orang yang harusnya menyusunan bangunan Rumah Tangga itu haruslah memiliki visi peradaban dari Islam itu sendiri. Dan untuk itu, memulainya haruslah dengan memilih wanita yang baik, yang sesuai dengan bingkai cita-cita itu tadi.
Inilah kesadaran yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Terutama awal sebelum ia melangkah lebih jauh pada pernikahan. Karena itulah rumah tangga menjadi salah satu hal yang begitu konsen diperhatikan dan di atur dalam ajaran islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar