Selasa, 08 Februari 2011

Mutiara Di Balik Sejarah Yang Tersimpan Di Bawah Lembar-Lembar


Arif Atul Mahmudah Dullah
Kamis, 1 Juli 2010


Mari. Mari kita rehat sejenak dari rutinitas. Rutinitas yang telah mengikis banyak sekali energi jiwa kita. Sesekali, marilah kita membuka lembar-lembar sejarah yang telah kita tulis-tulis. Mungkin disana, dicoret-coret tak beraturan itu, kita bisa menemukan mutiara. Ya. Rangkaian Mutiara perjalanan hidup.

Mutiara yang ada di setiap langkah yang telah kita tapaki. Dan pada jejak yang telah kita tinggalkan dibelakang. Satu-satu kita baca. Lalu merenungi apa yang ada dibalik setiap katanya. Disanalah mungkin kita bisa menemukan banyak sekali mutiara. Mutiara hikmah yang terpendam dilembar-lembar sejarah itu. Disana ada cerita tentang pendakian gunung cita-cita. Disana ada cerita tentang menuruni bukit ujian perjalanan. Perjalanan yang belum terlalu jauh memang. Tetapi semoga saja mutiara itu mampu memantulkan cahayanya untuk menerangi jalan panjang yang masih terbentang dihadapan.

Disana akan engkau temui cerita tentang perjalanan. Perjalanan mu sendiri. Perjalanan orang lain, saudaramu. Atau juga tentang realitas jiwamu saat menyebrangi jembatan jahiliah menuju terminal iman. Lalu bukalah berangkas amalmu. Bertanyalah sudah seberapa banyak investasimu untuk masa depan. Masa depan yang engkau impikan.

Disana juga akan engkau temukan cerita tentang badai perjalanan. Badai yang menguji seberapa kokohkah engkau, untuk tetap berada dijalan itu. Mungkin disana juga akan engkau temui, bahwa itu bukanlah badai. Tetapi angin sepoi. Karena justru badai sebenarnya sedang menantimu dihadapan. Dihadapan jalan yang sedang jalani saat ini. Ambillah mutiara masa lalumu. Mutiara sejarah itu. Lalu bertanyalah lagi, seberapa kuat engkau bisa bertahan, jika yang datang justru badai sesungguhnya. Bukan angin sepoi.

Tidak…itu realitas duniamu dimasa lalu. Pejamkan matamu. Lalu ambilah mutiara di balik sejarah yang tersimpan di bawah lembar-lembar itu. Kemudian bukalah matamu untuk melihat realitas duniamu kini. Karena inilah realitas duniamu. Indonesia dan dunia Islam mu.

Disana ada hujan air mata yang terus-menerus menyirami bumi tandus keadilan negerimu. Saat linangan air mata seorang Ibu untuk sang anak yang kehilangan dua cahaya matanya. Atau cerita tentang seorang anak yang tak mampu mengerjakan dan mewujudkan apa yang menjadi impiannya. Karena terhempas badai selama perjalannya kesana. Atau kisah tentang anak-anak muslim yang harus mengambil alih peran orang tua mereka, untuk membela nilai-nilai kemanusiaannya. Menjaga harga imannya.

Mutiara sejarah itu adalah cerita tentang bagaimana caramu belajar. Belajar untuk menjadi lebih baik. Sebagai muslim. Dan kini sudah saatnya engkau, untuk keluar menuju ke medan-medan. Lalu nyalakanlah lilin keimananmu untuk menerangi lorong-lorong gelap keadilan di negerimu.

Mungkin memang, engkau hanya bisa menjadi sebatang lilin dengan seberkas cahaya ditengah luasnya kegelapan negeri mu. Tetapi dengan tiupan angin cintamu, berkas sinarnya bisa merambah, membakar sumbu lilin-lilin lain disekitarnya sampai ribuan bahkan jutaan lilin menebarkan cahayanya. Sepertimu pertama kali. Hingga kelak cahanya tak hanya lagi menerangi bumi indonesiamu tapi juga peradaban manusia.

Mungkin memang engkau juga tidak bisa menjadi bangunan baru peradaban negerimu, tetapi tutuplah matamu sekali lagi. Lalu katakan. Akulah batu bata yang akan menjadi bagian dari batu bata yang banyak itu. Batu bata peradaban. Melalui kontribusi kebaikan yang terus menerus aku berikan. Sekecil apapun itu. Sesederhana apapun itu.

Engkau hanya perlu berucap kepada dirimu sendiri sekali lagi. Aku memang bukan matahari. Tapi aku adalah satu lilin yang telah memberikan cahayanya untuk menyalakan lilin-lilin lainnya. Memang. Aku hanyalah sebatang lilin. Aku memang bukanlah sebuah bangunan peradaban. Tapi aku adalah bagian dari batu bata peradaban itu.

Setelah itu kelak, saat engkau hendak menghadap Sang Penciptamu, engkau bisa berkata dihadapan-Nya dengan bangga: Aku telah melakukan apa yang aku bisa. Hanya untukmu Ya Allah. Lalu tutuplah matamu dalam damai. Karena syurga-Nya menunggu.

3 komentar:

NurZalam mengatakan...

Bagus juga pak artikelnya

Cahaya mengatakan...

speech less...semoga bisa jg...
Bahkan melebihi...

heraisme mengatakan...

belumpi ku baca, tapi mauka koment.