Rabu, 26 Oktober 2011
Pukul 06.00 WITA
Pembicaraan tentang cinta memang tak akan pernah habis. Seperti ketika kita hendak mendefenisikan apa arti kata cinta. Karena cintalah yang melatari semua peristiwa di kehidupan. Matahari yang terbit di pagi hari, Bumi yang berputar mengelilingi porosnya, kelahiran seorang anak manusia ke dunia, dan bahkan cintalah yang melatari lahirnya alam semesta. Maka pembicaraan kita tentang cinta memang tak akan pernah bisa berakhir. Tapi izinkan saya berbicara tentang cinta dari tema ini. Tentang bagaimana cinta itu dijalani dan konsekuensi yang harus ditempuh para pecinta untuk sampai kepada yang mereka cintai.
Jika kita membaca dari firman-firman-Nya tentang bagaimana Allah SWT berbicara tentang cinta, maka kita akan menyimpulkan bahwa kata cinta mengandung konsekuensi yang teramat agung. Ketika kita mempersaksikan-Nya sebagai Tuhan satu-satunya, Allah menggunakan kata ini “mitsaqan ghalizho”. Perjanjian yang berat.
Mitsaqon Ghaliza berarti perjanjian yang berat. Dalam Al Quran, kata Mitsaqon Ghaliza hanya disebutkan tiga kali, yaitu ketika Allah SWT membuat perjanjian dengan para Nabi dan Rasul Ulul Azmi , ketika Allah SWT mengangkat Bukit Tsur di atas kepala Bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia di hadapan Allah, dan ketika Allah SWT menyatakan hubungan pernikahan. Dua hal yang pertama tentang tauhid dan terakhir tentang hubungan antara dua manusia yang berbeda jenis.Untuk tauhid [QS 33 : 7] [QS 4 : 154] untuk pernikahan [QS 4 : 21] Tapi semuanya adalah peristiwa agung yang menggetarkan jiwa manusia.
Begitulah, kata cinta yang kita ucapkan akan menuntut banyak hal. Cinta akan membuat anda siap menjalani hal terpahit dalam hidup untuk sampai kepada yang anda cintai. Seperti ketika sakit, tak peduli sepahit apapun obat yang harus anda minum untuk sehat, karena anda mencintai sehat. Maka Allah menyediakan hal-hal "pahit" untuk sampai kepada-Nya, ketika mengatakan Aku Mencintai-Mu, ya Allah.
Tapi Allah, menciptakan lebih banyak hal-hal yang bisa Anda cintai dibandingkan dengan hal-hal yang Anda benci. Ketika kita mengatakan Aku Mencintai-Mu Ya Allah, Dia mensyaratkan satu hal bahwa cinta itu sama sekali tak boleh lagi berbagi. Tak boleh untuk siapapun. Cinta kepada Allah, harus berujung pada kesiapan kita untuk mewarnai diri dengan nilai-nilai yang dikehendaki-Nya. Hal Ini bukan sebentuk paksaan. Tapi memang begitulah cinta, ia ditakdirkan untuk membuat kita siap menghamba, siap tunduk dan merendah kepada-Nya.
Kita memang boleh mencintai hal yang lain, mencintai harta, mencintai benda, kendaraan, dan bahkan secara khusus kepada manusia dan wanita. Tapi bukan untuk menghamba. Bukan untuk patuh seperti kepatuhan pada-Nya. Karena semua kecintaan kita kepada yang lain selain-Nya, hanyalah bagian dari cara kita mencintai Allah. Dan itu artinya kecintaan kita kepada hal yang lain tak boleh bertentangan dengan apa yang dikehendaki-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar