Rabu, 26 Oktober 2011

Masih Tentang Cinta (2)

Rabu, 26 Oktober 2011
Pukul. 15.45 WITA

Kita telah berbicara cinta dalam tema khusus. Cinta kepada Allah SWT. Dan itulah puncak gunung cinta. Karena kata Ibnu Qoyyim Al Jauziah “cinta kepada kesempurnaan adalah cinta yang tertinggi”. Dan Itu artinya cinta jenis ini adalah cinta kepada Allah SWT karena Dia-lah yang Maha Sempurna. Sekaran kita ingin berbicara tentang cinta yang terkhususkan kepada seseorang. Seseorang yang telah ditakdirkan untuk menjadi pendamping hidup.

Dalam konteks takdir, cinta kepada seseorang atau lebih dikenal dengan jodoh, adalah sesuatu yang telah diciptakan sejak semula sebagai sebuah kepastian. Akan tetapi, pertanyaan yang tak bisa kita jawab adalah bagaimana cara kita memastikan siapa sebenarnya seseorang yang ditakdirkan untuk menjadi pendamping hidup kita? Sekali lagi tidak, kita tak bisa memastikannya. Maka dalam makna inilah kita akan menemukan fakta bahwa jatuh cinta adalah fenomena manusiawi yang hadir di ruang jiwa seorang manusia. Ia sesuatu yang tak mungkin bisa kita ingkari. Maka kita akan bertanya, sebenarnya cinta jenis ini, cinta kepada seseorang, dari mana ia berasal?


Keserasian. Itulah alasan ketertarikan itu. Seperti sifat zat di alam, bahwa ia akan memiliki daya kohesifitas yang kuat jika sejenis. Seperti ketika kita mencampur air ke dalam air. Dan seperti itulah lahirnya cinta.

Cinta, sesungguhnya bermula dari pandangan, tapi ia lahir bukan karena ketertarikan jiwa kepada objek yg dicintai, berupa fisik, harta karena ia fana. Jika ia lahir karena alasan fisik, alasan harta maka cinta akan berkurang seiring dengan berkurangnya kualitas dan kadar fisik dan harta. Pandangan akan menjadi pintu yang menemukan keserasian-keserasian itu pada objek yang kita amati.

Keserasian itu, kata Ibnu Qoyyim Al Jauziah bisa dalam banyak hal tetapi yang tertinggi dan keserasian yang terbaik adalah keserasian dalam hal tujuan hidup. Jika pada satu waktu kita menemukan bahwa Rasulullah SAW mengatakan “perumpamaan mukmin dengan mukmin yang lain itu seperti satu tubuh, jika ada satu bagian yang sakit makan bagian tubuh yang lain akan merasakan sakit. Maka inilah penjelasannya. Kata mukmin dalam hadits tersebut adalah kata penjelas tentang makna kesamaan tujuan ini.

Karena keserasian itu bisa dari banyak hal, maka cinta yang lahir di jiwa seseorang haruslah punya alasan yang abadi untuk membuat cinta itu abadi. Begitulah, maka cinta kepada hal yang lain harus dibangun di atas landasan cinta kepada Allah, Dia abadi. karena hanya dengan itulah cinta akan menjadi abadi.

Lalu jika perasaan cinta itu lahir karena keserasian. Kenapa kita menemukan fakta ada "cinta yang bertepuk sebelah tangan? Cinta yang lahir dari seseorang, kata Ibnu Qoyyim Al Jauzaih bisa ada dalam dua jenisnya yaitu cinta di permukaan dan cinta yg bersumber dari jiwa.

Cinta di permukaan ini, biasanya lahir karena tampilan fisik yang menarik dari objek yang dipandang, Tapi daya tarik itu tidak sampai di kedalaman jiwa orang yang jatuh cinta. Cinta jenis ini memang tak menuntut pada kebersamaan, Ataupun jika akhirnya berlanjut biasanya hubungan itu tidak akan berlangsung lebih lama, jika akhirnya daya tarik fisik itu tak berujung pd kecocokan tujuan. Mungkin inilah alasan yang menjelaskan kita menemukan kasus-kasus perceraian. Menikah tak begitu lama dan akhirnya harus berujung pada perceraian.

Sedangkan jenis cinta yang bersumber dari jiwa, biasanya akan berujung pada kebersamaan. Karena jiwa pemiliknya akan bersahut-sahut saling memanggil, karena kecocokan keduanya. Cinta yang bersumber dari jiwa ini biasanya hanya menjadikan fisik sebagai kebutuhan berikutnya.Tapi bukan yang utama. Karena fisik memang digerakkan oleh jiwa. Maka jika cinta pada suatu waktu kita menemukan tak berbalas, Itu artinnya cinta yang lahir adalah cinta dipermukaan. Cinta yang lahir karena fatamorgana pandang. Cinta kepada fisik yang akhirnya tak menemukn kesamaan tujuan pada pemilik perasaan itu.


Tidak ada komentar: