Rabu, 7 Juli 2010
Pukul 20.22 WITA
Masyarakat kampus adalah stok masyarakat kelas menengah bagi masyarakat secara kesuruhannya di masa depan. Ini juga memiliki makna lain bahwa mahasiswa adalah stok pemimpin masyarakat.
Olehnya itu, setiap kader harokah sudah seharusnya menyadari bahwa penyiapan diri untuk menjadi bagian dari stok kepemimpinan masyarakat masa depan adalah sebuah keniscayaan. Juga untuk merespon kebutuhan harokah yang sedang menjalani tahapan dakwah institusi menuju tahapan dakwah pada level negara. Inilah alasan yang menjelaskan bahwa profesionalisme kader harokah sudah harus ditumbuhkan sejak dini. Di usia kampus. Usia mahasiswa.
Yang saya maksud dengan profesionalisme di sini adalah bidang profesi dimana kader harokah menempuh pendidikan. Inilah yang disebutkan oleh Anis Matta dengan kata “kontribusi”. Dari tiga langkah peradaban yang hendak kita lakukan. Afiliasi, Partisipasi dan Kontribusi. Pemahaman tentang hal ini yang memang masih missing pada sebagian kader harokah. Bukan karena fikroh tetapi lebih disebabkan karena selama usia-usia kampus, kader-kader harokah disibukkan dengan aktifitas yang bersifat dakwah amm dan aktifitas politik sehingga kurang fokus terhadap bidang profesinya masing-masing.
Juga selain karena efek yang masih tersisa dari tahap awal perintisan dakwah di lingkungan terdidik ini. Dimana dahulu, kader-kader perintis dakwah kampus memberikan perhatian yang lebih besar terhadap peletakan dasar dakwah yang kuat dan kurang memperhatikan profesionalisme bidang akademiknya.
Akan tetapi, realitas zaman telah memaksa setiap kader harokah untuk mengupayakan mobilitas vertikal. Mobilitas vertikal pada berbagai struktur kenegaraan dan pada semua levelnya. Sudah saatnya mobilitas ini digelorakan dengan gelombang yang semakin besar.
Paradigma pandang kader sudah saatnya diubah bahwa mobilitas vertikal muslim tidak lagi cukup dilakukan secara terbatas pada lembaga-lembaga tertentu saja. Sebab, jika pada suatu saat, ketika kader harokah diamanahkan oleh zaman untuk mengelola negeri ini, maka adalah niscaya tidak hanya dibutuhkan orang-orang yang memiliki komitmen keIslaman yang sama, komitmen perbaikan yang sama tetapi memerlukan orang sholeh dengan kompetensi profesionalisme yang memadai.
Ustadz Cahyadi Takariawan menyebutkan bahwa gerakan dakwah harus mempersiapkan dirinya untuk memasuki orbit kelembagaan politik. Politik, sebagaimana defenisi umum yang kita pahami, yaitu upaya-upaya untuk mendistribusikan kebaikan-kebaikan secara utuh kepada seluruh lapisan masyarakat dan meminimalisir terjadinya kemungkaran-kemungkaran pada semua level masyarakat.
Oleh sebab itulah, kader-kader dakwah harus menjadi bagian dari manusia-manusia yang mengambil kebijakan agar eksistensi dakwah semakin kokoh dengan tampilnya orang-orang sholeh dengan profesionalisme yang memadai pada semua lembaga-lembaga negara. Agar nilai-nilai kebaikan dapat didistribusikan melalui semua sarana yang bisa digunakan untuk itu.
Tentu saja, generasi yang disiapkan harus memiliki kompetensi yang terbaik dibidangnya masing-masing. Memimpin perubahan tidaklah cukup dilakukan hanya pada satu bidang saja. Tapi perlu ada kontribusi yang sama besarnya pada semua bidang kehidupan. Itulah salah satu desain masa depan yang sudah harus sejak awal dipikirkan dan dikerjakan. Oleh kader dan juga oleh harokah secara keseluruhannya.
Akan tetapi untuk dapat bertahan (survive) dan semakin kompetitif di masa depan dan mencapai mobilitas yang maksimal untuk memimpin, maka diperlukan suatu pola kaderisasi yang mapan, mulai dari rekrutmen, pembinaan, pemberdayaan dan pengujian kepemimpinan kader.
Sekali lagi pemahaman dan kesadaran tentang hal ini sangat penting. Sebab, ketika kita berbicara mihwar muassasi dan mihwar daulah, itu artinya akan dibutuhkan sekian banyak kader professional, unggul dibidangnya masing-masing untuk mengelola berbagai institusi. Agar Islam dan kadernya bisa ada pada setiap sisi kehidupan bangsa ini. Seperti ketika Islam ada di setiap rumah penduduk madinah pada masa Rasulullah SAW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar