Sabtu, 13 Desember 2008

Menilai Gerakan Mahasiswa (2)

Fenomena kemahasiswaan dan gerakan kemahasiswaan merupakan hal yang selalu saja menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Sebab komponen ini umumnya merupakan iron stock kepemimpinan masa depan. Komponen yang akan melanjutkan gerak perjuangan bangsanya menuju pentas kemandirian bangsa dan harga diri yang tinggi ditengah panggung dunia yang lebih luas, yang penuh dengan intrik, penuh dengan persaingan.

Dunia kemahasiswaan memang cenderung bebas, lebih mampu mengekspresik semua bentuk ketidakadilan dan penandusan. Pemuda yang umumnya merupakan orang-orang yang sedang berada pada puncak prestasi. Semangat kepedulian sosial yang tinggi. Ketika ada kebijakan baik itu oleh pemerintah atau siapapun. Maka disinilah mereka mengambil peran perbaikan. Peran kritis. Peran ketidaksepakatan terhadap segala bentuk kebijakan yang merugikan masyarakat.

Ditengah sikap cuek, acuh dan tidak peduli, yang kebanyakan dialami oleh orang-orang yang telah mapan (diluar mahasiswa). maka gerakan mahasiswa hadir untuk menyuarakan perlawanan ketidakadilan, perlawanan terhadap penindasan. Penindasan oleh kebijakan pemerintah dan pemerintah. Pemerintah yang seharusnya menjamin kesejahteraan masyarakatnya.

Nilai gerakan mahasiswa yang hadir sebagai gerakan moral, telah mampu mengubah sebuah sejarah perjalanan panjang sebuah bangsa. Misalnya, Indonesia dengan gerakan reformasi `98 adalah bukti, bahwa memang mahasiswa adalah pelopor perubahan itu.

Namun, mungkin hari ini kita merasa miris, melihat fenomena lemahnya, tidak adanya pengaruh besar atau mungkin lesunya gerakan mahasiswa, kalau tidak mau disebut mati. Banyak fenomena ini kita temukan. Mulai dari rendahnya kemampuan mobilisasi kadernya sampai pada banyaknya pihak yang tidak lagi respon terhadap setiap agenda "aksi" yang dilakukan oleh mahasiswa dalam menuntut perubahan, menuntut perbaikan, kalau tidak mau disebut dijengkeli terutama oleh masyarakat.

Fenomena ini tentu saja banyak hal yang harus kita lihat untuk menilainya misalnya :

Pertama, umumnya para koruptor/penjahat kelas kakap yang hari ini sering "tampil" di televisi ternyata adalah mantan aktivis mahasiswa. Kedua, gerakan, aksi yang sering dilakukan mahasiswa ternyata malah menimbulkan nilai negatif, kalau tidak mau disebut menyebabkan kerusakan. ketiga, ada beberapa gerakan mahasiswa (tidak perlu disebutkan yang mana) ternyata jauh dari identitas dan ideologi gerakan yang seharusnya mereka terapkan. Masih banyak hal lain tapi kita ingin berbicara untuk ketiga hal ini saja dulu.

Fenomena di atas tentu saja telah banyak kita dengar, lihat, saksikan, (mudah-mudahan bukan anda). Hal inilah yang menyebabkan nilai kepercayaan masyarakat terhadap semua orang yang hari ini berteriak lantang, menyerukan perbaikan dan perjuangan untuk rakyat. Sebab mereka akan berkata : 'itu kan pada saat jadi mahasiwa, kelak kalau sudah selesai, bakal jadi koruptor lagi. Ini masalahnya. Sebab idealisme mereka tidak dibangun diatas pemahaman yang kokoh dan menghujam kuat kedasar nurani mereka. Nilai yang sering mereka teriakan di jalan itu, tidak menjadi nilai keseharian mereka. Dirumah.Di Kampus. Dalam suasana mereka bergaul. Maka tidak heran, misalnya kita menemukan sebuah contoh kecil. Ada aktivis yang menentang keras kapitalisme, padahal ia merokok misalnya. ini memang hal kecil. Tapi, apa arti idealisme itu kalau tidak tercermin dari hal-hal kecil dulu. Perhatikan, Soekarno misalnya, idealisme itu benar-benar ia junjung. ketika ia mengatakan ia seorang sosialis. itulah yang kemudian menjadi gambaran gerakannya, gambaran aktivitasnya. Atau misanya Muhammad SAW, ketika mengatakan bahwa Al Qur`an itu adalah minhajul hayya (pedoman hidup), maka itulah kesehariannya. sehingga dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa "Ahlaq Rasulullah itu adalah Al Qur`an.

Ketika menyakasikan di Mass media, maka sebagian besar aksi kemahasiswaan itu ternyata hanya menggambarkan citra negatif gerakan mahasiswa yang kemudian mencederai gerakan lainnya. Ini juga masalah lain. Nilai aspirasi masyarakat yang ingin mereka perjuangakan ternyata, berdampak negatif secara langsung kepada masyarakat. Misalnya aksi menutup jalan yang selanjutnya menyebabkan kemacetan. Meskipun dalam teori konflik ini memang diperlukan untuk nilai tawar perjuanga. tapi secara umum saya kurang sependapat dengan ini. Sebab, masyarakat itu punya satu tabiat yaitu menyukai apa yang menguntungkan bagi mereka.



Tidak ada komentar: